Monday, February 1, 2016

I Am Malala

I Am Malala: The Girl Who Stood Up for Education and Was Shot by the Taliban
Penulis: Malala Yousafzai
Jumlah halaman:
Tahun terbit: 2014
Penerbit:
Format: mass market paperback
Harga: Rp 125.000 di Books & Beyond
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis:

The Girl Who Stood Up for Education and was Shot by the Taliban.

The highly anticipated memoir of Malala Yousafzai, the schoolgirl from Pakistan's Swat region who stood up to the Taliban.

'I come from a country that was created at midnight. When I almost died it was just after midday. We'd finished for the day and I was on the open-back truck we use as a school bus. There were no windows, just thick plastic sheeting that flapped at the sides and a postage stamp of open sky at the back through which I caught a glimpse of a kite wheeling up and down. It was pink, my favourite colour.'

In 2009 Malala Yousafzai began writing an anonymous blog for BBC Urdu about life in the Swat Valley as the Taliban gained control, at times banning girls from attending school. When her identity was discovered, Malala began to appear in Pakistani and international media, campaigning for education for all. On 9 October 2012, Malala was shot at point-blank range by a member of the Taliban on the way home from school. Remarkably, she survived. In April 2013, Time magazine named her one of the 100 Most Influential People in the World.

I Am Malala tells the inspiring story of a schoolgirl who was determined not to be intimidated by extremists, and faced the Taliban with immense courage. Malala speaks of her continuing campaign for every girl's right to an education, shining a light into the lives of those children who cannot attend school. This is just the beginning...


Resensi Shiori-ko:
Disebabkan keingin tahuan akan gender equality membuatku juga ingin membaca biografi & memoir pemenang nobel perdamaian termuda, Malala Yousafzai. Di samping itu, banyak yang mengatakan kalau kisah hidupnya yang ia tuturkan dalam buku ini bagus. Mumpung masih memegang voucher diskon 20% dari Books & Beyond, mengapa tidak digunakan saja untuk membeli buku ini?

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Ternyata gaya bahasanya sangat mudah. Dalam penyampaiannya, Malala membuat tulisannya dengan sangat ringan namun tetap dalam maknanya. Meskipun ada istilah dalam bahasa Arab, penjelasan singkat yang diberikan oleh Malala juga tidak membuat pembaca bingung. Yang lebih menyenangkan lagi adalah bahasa penyampaiannya yang digunakan tidak membuat pembaca bosan. Malah, pembaca lebih merasa terdorong untuk segera menyelesaikannya karena penasaran dengan apa yang terjadi kemudian setelah Taliban masuk ke area Malala tinggal.

Cara penyampaiannya lebih ke arah story telling. Untungnya saja, Malala bisa menjaga antusiasme pembaca. Malala mengawalinya dengan kisah yang mencengangkan: ia lah yang dicari oleh Taliban dan ditembak sebanyak tiga kali namun tetap memiliki kesempatan untuk hidup. Menurutku, selain karena insight yang memang bagus, buku ini juga disampaikan dengan cara yang menyenangkan.

Isi Buku
I Am Malala adalah sebuah kisah hidup bagaimana Malala dan keluarganya yang suka dengan pendidikan harus berjuang agar tetap mendapatkan hak untuk belajar di tengah kekejaman Taliban. Dibagi menjadi beberapa bagian yang mengantarkan emosi pembaca dengan baik. Tentunya, Malala meracik ceritanya dengan memberikan cerita terlebih dahulu mengenai kedua orangtuanya. Bagaimana mereka hidup dengan kekurangan demi membangun sekolah. Malala juga menceritakan tentang mimpinya yang ingin seperti Bezair Bhutto: tidak takut berjuang untuk hal yang dirasa benar. 

sumber


Dari buku ini, pembaca bisa tahu bagaimana Malala menjadi seseorang yang ingin sekali untuk terus bersekolah sama seperti laki-laki. Malala dengan sangat jelas menuturkan perbedaan yang terjadi ketika sebelum Taliban dan sesudah Taliban. Tidak hanya itu, Malala yang memang seorang muslim mengakatan kalau Taliban bukanlah contoh umat Islam yang seharusnya baik terhadap sesama, bukannya membuat ketakutan di seluruh negeri. Memang, Malala tidak berada di Afganistan, tetapi tempat tinggalnya sangat dekat dengan negeri tersebut. Sebagai seorang Pakistan, tentu saja Malala merasa Taliban tidak punya hak untuk masuk ke negara orang. Tetapi, namanya juga kelompok militan. Selama bisa ditaklukan ya ditaklukan saja.

Cukup tercengang ketika perubahan yang dialami Malala cukup drastis. Malala sempat merasakan bagaimana hidup seperti anak-anak dan remaja kebanyakan: membaca novel, menonton film, mendengarkan musik, pergi ke sekolah, piknik, dan hal-hal menyenangkan lainnya. Ketika Taliban berhasil menguasai daerah tempat Malala tinggal, hidupnya berubah menjadi sebuah mimpi buruk. Tidak boleh ada musik, tidak boleh keluar rumah sendirian, dan yang paling menyakitkan adalah tidak boleh pergi ke sekolah dan belajar.

Buku ini benar-benar memperlihatkan bahwa mendapatkan pendidikan adalah suatu hal yang merupakan hak semua manusia. Tidak peduli agama yang dianut, tidak peduli akan gender, pokoknya semua manusia berhak mendapatkan akses pendidikan. Buku ini merefleksikan semangat Malala dalam memperjuangkan pendidikan untuk gadis-gadis remaja di Pakistan dan di seluruh dunia.

Saran Shiori-ko:
I Am Malala memang bukan sebuah bacaan yang ringan, namun penuh dengan insight. I Am Malala membuat kita sebagai pembaca bersyukur karena kita bisa mendapatkan kebebasan untuk bersekolah sampai jenjang apapun. Dari I Am Malala pembaca juga bisa melihat bagaimana rezim yang membai-buta hanya untuk kekuasaan dan membodohi bisa menggunakan dogma agama sebagai kendaraannya. I Am Malala bagiku bukan sekedar cerita mengenai Malala, melainkan cerita mengenai sudah seharusnya setiap orang berjuang untuk pendidikan dirinya, orang lain, dan negaranya. 

No comments:

Post a Comment