Siapa sih Iman Usman? Memangnya dia sudah ngapain sampai semua anak muda di sekitarku (setidaknya) mengenal siapa dia? Ketika itu, aku masih kuliah, entah sudah tahun keberapa. Tapi nama Iman Usman ramai menjadi perbincangan. Padahal, dia juga bukan mahasiswa di universitas tempat aku kuliah.
Masih Belajar
Penulis: Iman Usman
Jumlah halaman: 240 halaman
Tahun terbit: 2019
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Format: paperback
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis:
Lewat berbagai prestasi dan karyanya, Iman membuktikan bahwa kesuksesan karir dan berdampak sosial bisa berjalan beriringan. Di usianya yang baru 27 tahun, Iman sudah mendirikan perusahaan teknologi pendidikan yang kini mempekerjakan ribuan pegawai, menjalankan berbagai organisasi dan inisiatif sosial, menjadi pembicara dan pengajar di berbagai penjuru dunia, dan meraih gelar master di salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia. Prestasi dan pola pikirnya memang jauh melampaui usianya. Tapi itu semua tidak diraih dengan mudah dan hingga hari ini pun ia masih belajar. Lewat buku ini, Iman berbagi cerita perjalanan hidupnya – menemui berbagai hambatan dan penolakan – dan bagaimana proses belajar tanpa putusnya membawa ia pada posisinya saat ini.
***
"Enggak salah sih berbeda, tapi gue percaya bahwa dalam hidup ini, sekadar beda aja enggak cukup. Kita butuh alasan yang jauh lebih kuat dari itu agar kita bisa bertahan dan konsisten dengan pilihan yang kita ambil."
Kutipan di atas setidaknya mengingatkanku tentang mimpi yang pernah aku coba raih. Iman seakan menepuk pundakku untuk mengatakan, "Boleh saja kamu jadi pustakawan dan cinta mati dengan buku. Tapi, apa bedanya kamu dengan yang lain?"
Nama Iman Usman sejujurnya sudah pernah aku dengar sejak ia mendirikan Indonesia Future Leader. Saat itu, teman-temanku sangat ingin menjadi bagian dari IFL, terkecuali aku. Beberapa tahun kemudian, nama Iman kembali terdengar karena ia dan Ruangguru. Tapi sayangnya, aku masih acuh. Aku masih beranggapan kalau Ruangguru hanyalah start up biasa yang mengikut hype-nya saat itu. Dan hanya karena Iman Usman adalah nama yang cukup dikenal oleh sebagian besar anak muda aktivis/komunitas, Ruangguru menjadi terkenal dan jadi bahan pembicaraan.
Ternyata aku salah.
Ruangguru semakin besar. Iman diundang di sana-sini. Iman masuk dalam daftar Forbes 30 Under 30 Asia di tahun 2016. Memangnya, Iman ini ngapain aja sih?
Masih Belajar menjawab keingintahuanku terhadap "dapur" Iman. Apakah karena dia mendirikan IFL dan satu lingkaran dengan @afutami lantas orang jadi tahu siapa dia? Atau memang secara personal, Iman punya kualitas di atas rata-rata?
Iman membuka buku ini dengan perspektif terhadap dunia yang kini sedang ia tinggali. Sebuah perspektif yang menggerakkan hati, kaki, dan seluruh tubuhnya untuk membuat sesuatu. Baginya, ia harus menjadi individu yang bisa membawa perubahan. Dunia yang ketika ia tinggalkan akan berbeda dengan dunia saat ia datangi pertama kali.
Buku ini dibagi menjadi beberapa bagian: Akar, Batang, dan Buah. Masing-masing bergerak seperti sebuah alur cerita yang maju. Akar mengenai masa kecil Iman dan pembentukan karakternya. Batang tentang kegiatan-kegiatan pendukung yang membentuknya menjadi pribadi sekaran gini. Dan buah adalah hasil dari kerja keras serta dedikasinya. Meski terlihat seperti kisah sukses, Masih Belajar malah memiliki pesan yang lebih dari itu.
Betul, di usia 27 tahun, Iman sudah punya Ruangguru dengan 1.500 staff dan 12 juta pengguna. Tetapi, Iman juga pernah merasakan sakitnya ditolak ataupun ekspektasi yang tidak sesuai dengan kenyataan. Iman menunjukkan bahwa dirinya juga manusia seperti teman-teman pembaca muda lainnya. Kegagalan adalah bagian dari perjalanan Iman.
"Gue percaya kalau rasa gugup dan takut itu biasanya terjadi karena ketidakpastian akan apa yang dapat terjadi di masa depan."
Apa yang dikatakan Iman dalam buku ini, jika aku tarik lebih abstrak lagi, merupakan kombinasi dari buku Self Driving karya Prof. Rhenald Kasali dan Filosofi Teras-nya Henry Manampiring.
Kok bisa?
Iman memperlihatkan bahwa dirinya tidak sekadar berkecimpung. Ia harus menjadi yang terbaik. Tidak sekadar ada dalam permainan. Sedangkan di satu sisi, Iman sadar betul bahwa tidak ada hal yang bisa ia kendalikan selain dirinya sendiri. Ketika ia sudah mempersiapkan semuanya dengan matang, bukan berarti tidak akan ada penolakan. Yang ada hanyalah kemungkinan terhadap penolakan yang diperkecil dengan persiapan-persiapan.
Secara keseluruhan, buku ini jelas ditujukan untuk pembaca muda yang masih pelajar dan masih mahasiswa. Bahasanya sangat ringan dan dekat dengan pembacanya. Sangat mungkin sekali buku ini menjadi "pegangan" bagi mereka untuk mengetahui mau dibawa kemana hidupnya: sekadar bersenang-senang atau untuk jadi lebih bermakna.
Dan bagi orang yang sudah bekerja sepertiku, Masih Belajar mengingatkan bahwa memiliki mimpi juga berarti mewujudkannya. Setidaknya, itu yang bisa membuat kita menjadi lebih "hidup."
No comments:
Post a Comment