Wednesday, April 9, 2014

Read on February

Kembali lagi dengan tulisan reglulerku! Maaf sekali ya, aku terlambat menulis tentang apa yang aku baca dalam bulan Februari padahal ini sudah masuk bulan April. Kendala utama...tetap karena waktu dan  perasaan yang manusiawai bernama "malas" :p. Langsung deh aku beberkan baccanku di bulan kasih sayang lalu :)

sumber

Pada bulan tersebut, aku sedang menjalani magang praktik kerja di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (baca tulisanku di sini). Nah otomatis tidak sedang berada di Surabaya sehingga apa yang aku baca benar-benar bergantung dari apa yang aku bawa dari Surabaya atau yang aku beli di Jakarta (itupun kalau ada kelebihan uang). Alhasil, berbeda dengan 2 bulan sebelumnya, di bulan ini aku hanya bisa menghabiskan 6 buku saja.



Terima kasih kepada Tisa Larasati yang merelakan bukunya kupinjam selama aku berada di ibukota! Tulisan duet antara John Green dengan David Levithan ini menarik untukku karena membahas tentang sebuah nama tetapi memiliki kehidupan yang berbeda, terutama dalam orientasi seksualnya. Meskipun bagiku, ceritanya lebih condong ke arah hidup seorang Will Grayson saja. Yang satunya hanya sebagai figuran. Ceritanya secara garis besar mengenai kehidupan remaja dari masalah standar seperti pertemanan dan percintaan. Uniknya, percintaan yang dibahas juga termasuk homoseksual.

Bagi pembaca yang masih awam, buku ini memang mengagetkan. Apalagi budaya kita di Indonesia masih belum familiar dengan tulisan seperti Will Grayson, Will Grayson. Tapi cukup memberi wawasan seperti apa sih penerimaan kaum gay di mata orang Amerika khususnya remaja.

nb: untuk teman kelasku yang sempat aku ajak diskusi tentang fasilitas untuk kaum LGBT (dan dia bertahan dengan argumen dalam kacamata agama), coba baca buku ini sebatas untuk memperluas wawasan dan gambaran. Mari kita bertahan dengan argumen, prinsip, dan idealisme masing-masing tapi jangan sampai menutup mata dan tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di dunia ini :)


Setelah bacaan yang aku bawa dari Surabaya sudah habis, tentu aku kebingungan akan "makan" apa aku untuk bertahan. Alhamdulillah, mantan guru les bahasa Inggrisku, mam Nana, sangat baik hati mau meminjamkanku beberapa bacaan (sekarang beliau bekerja di Kemkominfo RI). 

Berkisah tentang seoang gadis (pada waktu itu) yang kini bergant nama menjadi Latifa. Dulu hidupnya tidaklah suram. Seperti perempuan di Indonesia, kaum wanita di Afghanistan juga bisa melakukan kegiatan seperti bekerja, bersekolah. Pokoknya keluar rumah. Akan tetapi, semua itu berubah ketika Taliban akhirnya bisa menaklukan Kabul. Perempuan hanya boleh tinggal di dalam rumah. Tidak boleh ada pesta dan musik. Pokoknya semua menjadi sunyi dan senyap.Latifa dan keluarganya berusaha untuk dapat keluar dari kekangan Taliban. Hal itu sangat mungkin terjadi jika mereka keluar dari negara. Tetapi permasalahannya tidak semudah itu.

Dari segi kisah, buatku membuka wawasanku tentang kehidupan warga Kabul saat Taliban menyerang. Sayangnya, jalan ceritanya membosankan, plotnya lambat, setting tempatnya juga tidak terlalu kuat. Padahal aku berharap, aku mendapatkan banyak informasi baru dari buku ini terutama tentang Taliban di Afghanistan.


Kalau yang ini aku menyicil membaca selama 3 hari karena judul tersebut adalah koleksi Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (atau Perpustakaan Diknas) yang menjadi tempat magangku. Aku tidak bisa menjadi anggota karena KTP-ku bukanlah dari Jabodetabek.

Sama seperti yang aku tulis di Goodreads bahwa aku keliru menilai. Aku kira buku ini menuliskan tentang WNI yang berdiaspora di tanah rantaunya sana dan berhasil kemudian memilih untuk tidak pulang namun tetap setia menjadi putra-putri Ibu Pertiwi. Kenyataannya bukan. Sisa tulisannya berisi pendapat Kang Pepih (sang penulis) akan Ibu Pertiwi dengan anak-anaknya yang sukses dan bagaimana membuat Ibu Pertiwi semakin subur dan makmur.

Yang aku suka dari buku ini adalah bagaimana Kang Pepih memberi sebutan Indonesia dengan "Ibu Pertiwi" dan penduduknya dengan "Putra-Putri". Karena bagiku, seakan aku dengan Indonesia menjadi punya ikatan batin layaknya ibu dan anak-anaknya.


Sama dengan judul yang sebelumnya, aku menyicil membaca karena ini adalah koleksi kantor. Berbeda dari buku Kang Pepih, dalam buku ini kebanyakan bercerita tentang bagaimana nasib TKI dan TKW (atau Buruh Migran Indonesia) untuk bisa survive di negeri orang. Gaya penulisannya membuatku terharu.


Kembali dengan koleksi fiksi yang aku pinjam dari mam Nana. Tami Hoag bukanlah penulis yang pernah aku dengar dan aku sempat meragukan bacaanku waktu itu. Ternyata penilaianku meleset! Buku ini jauh lebih seru dan bahkan bisa membuatku bergidik.

Berkisah tentang suatu peristiwa pembunuhan seorang ibu dan anaknya yang juga tergeletak lemah. Investigasi dilakukan dan semakin jauh terlihat bahwa sebenarnya ibu tersebut tidak ada sebelumnya. Si anak yang bergumam "my daddy hurt my mommy" keliahtannya menjadi suatu petunjuk yang mudah. Tetapi dengan hasil investigasi yang membingungkan, membuat polisi dan detektif berputar-putar pada logika yang sama.

Yang aku suka dari buku ini adalah di samping penokohannya yang menarik, cara Tami Hoag bercerita bisa membuat aku merasa berada dalam setting buku itu. Sama-sama merasakan ketakukan dan ancaman. 


Aku membaca versi ilustrasinya yang aku dapatkan di bursa buku murah di Blok M Square dengan harga hanya Rp. 20.000 saja. Aku mengaku kalau judul tersebut adalah karya H.G. Wells pertamaku.

Ceritanya sungguh simpel. Tentang adanya penduduk Mars yang datang ke bumi dan menginvansi bumi. Karena aku membaca yang versi bergambar, aku menemukan bahwa sang ilustrator menggambarkan Martian ini dengan bentuk yang lucu. 

Entah apa karena yang aku baca bukanlah versi full text sehingga aku merasa ceritanya tidak tentang dunia yang melawan Martian melainkan satu negara saja, Inggris. Tampaknya aku akan mencoba membaca lagi yang versi aslinya :)

---

Itu yang bisa aku tuliskan tentang apa yang aku baca selama bulan Februari. Aku sungguh minta maaf karena tulisan ini jadi terlambat rilis.

sumber

No comments:

Post a Comment