Penulis: Suherman
Jumlah halaman: 277 halaman
Format: paperback
Harga: Rp 50.000
Rating Shiori-ko: 2,7/5
Sinopsis: dikutip dari Goodreads
"Aku tak bisa hidup tanpa buku" sebagaimana dikatakan oleh Thomas Jefferson, bukanlah kata-kata tanpa makna seperti tong kosong yang nyaring bunyinya.
Siapa yang tidak mengenal para ideolog seperti Karl Marx, Stalin, Hitler, Mao, Khomeini, Hasan al-Banna, Gandhi? Siapa yang tidak mengenal para negarawan seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Tan Malaka, Gus Dur, Obama? Siapa yang tidak mengenal aktivis seperti Malcolm X, Che Guevara, Fidel Castro? Siapa yang tidak mengenal sang inovator tenar Steve Jobs? Siapa yang tidak mengenal budayawan sekaliber Ajip Rosdi?
Mereka semua lahir ke dunia bagaikan halilintar yang membelah langit, bergemuruh, menggetarkan dan menyilaukan. Ketika mereka berbicara dan bertindak, maka masyarakat menanggapi, menyambut dan mengikutinya.
Buku ini bukan bahasan teoritis. Buku ini hanya menyodorkan fakta sejarah tentang kebiasaan membaca orang-orang besar. Ternyata mereka semua adalah kutu buku.
Terima kasih banyak panitia Kuliah Tamu "Indonesia Kini, Indonesia Generasi Techno Literate"! Iya, buku ini aku dapatkan secara cuma-cuma hanya karena mengikuti lomba ngetwit. Awalnya, aku memang menginncar buku ini dan berhubung belum bisa mendapatkannya, aku berharap agar penulis sekaligus narasumber menjual beberapa eksemplar. Nah, karena aku sudah selesai membacanya, sekarang marilah aku memberi penilaian.
Gaya Bahasa dan Kosa Kata
Diawali dengan tulisan penulis mengenai pengaruh membaca terhadap manusia, kemudian diikuti dengan ulasan (dan kekesalan) bahwa hingga saat ini, warga Indonesia masih kurang sekali minat bacanya. Penulis juga menyampaikan harapannya supaya pembaca semakin termotivasi untuk terus membaca.
Penggunaan kosa kata tidak ada masalah karena semuanya dapat dipahami dengan mudah. Tidak ada kosa kata yang sulit, yang tidak bisa dicerna begitu saja oleh orang awam. Jujur, aku sendiri merasa membacanya tidak perlu berpikir terlalu keras meski yang diulas adalah mereka para orang besar. Namun, untuk gaya bahasa, aku menemukan beberapa bagian yang dibawakan dengan membosankan. Kalau sudah begitu, aku segera melakukan skimming. Aku juga menemukan inkonsistensi penulis dalam memaparkan sudut pandangnya. Penggunaan kata "penulis" dan "aku" bisa berada dalam 1 bab yang sama, yang bagiku cukup mengganggu. Apalagi, aku sempat mengira, bentuk tulisan berbeda dengan tulisan ilmiah yang memasukkan unsur aku (atau tulisan sudut pandang orang ketiga serba tahu) namun aku cukup kaget karena seringkali ditemukan kalimat "....penulis merasa...." ditengah penjelasan tokoh tertentu.
Cara Penyampaian
Sehubungan dengan penggunaan kosa kata yang tidak terlalu rumit, pesan yang ingin disampaikan juga mudah ditangkap oleh pembaca. Akan tetapi, apabila merujuk lagi pada judul, maka buku ini bukanlah biografi sederhana. Melainkan jauh lebih spesifik. Aku berekspetasi buku ini akan lebih menjelaskan latar belakang mengapa tokoh tersebut dipilih untuk dijelaskan. Aku juga awalnya memiliki gambaran kalau buku ini akan lebih mendalami pada buku-buku yang membentuk pribadi tokoh. Faktanya, ada beberapa tokoh dimana lebih banyak membahas biografi secara umum dan tidak menyentuh buku apa saja yang mereka baca. Poin itulah yang membuatku memutuskan untuk skimming.
Tata Letak
Standar. Seperti bahan bacaan biasa yang minim gambar. Adapun itu hanya sebatas foto tokoh yang sedang dibahas saja. Memang, ada beberapa bab dimana disisipkan pula foto. Sayangnya, foto itu bagiku seperti sebatas ditempelkan saja. Tidak ada deskripsi atau caption apa maksud dari foto tersebut.
via buzzfeed.com |
Yang Menarik
Berkat buku inilah, aku jadi tahu bahwa para orang besar memiliki bacaan yang hampir seragam. Yakni antara lain buku Das Kapital karangan Marx. Memang, pada pendahuluan penulis mengungkapkan bahwa pemikiran Marx yang dibukukan tersebut berpengrauh banyak pada perkembangan para tokoh yang ada dalam buku. Disamping itu, aku juga menemukan bahwa mereka juga membaca karya-karya sastra klasik. Di buku, penulis juga menyebutkan judul secara spesifik sehingga setidaknya aku bisa mendapatkan referensi buku apa yang bisa aku baca supaya jadi terkemuka (aamiin!).
Yang Disayangkan
Aku benar-benar tidak tahu apakah buku ini diterbitkan secara terburu-buru atau editornya yang kurang jeli atau memang tercetak dalam keadaan seperti itu, tapi aku yakin 100% pembaca pasti akan menemukan banyak kesalahan ketik alias mistype yang mana sangat mengganggu. Tidak sekedar itu, penggunaan tanda baca seperti tanda kutip pun juga luput. Sehingga aku sendiri bingung apakah itu merupakan kalimat langsung atau bukan. Selain itu, penulis juga menggunakan referensi dari wikipedia yang ditulis sebagai catatan perut (running note) ketika tulisan dari wikipedia dianggap tidak sah dalam ranah keilmuan, tapi tetap saja bagiku agak kurang pantas.
Judul awal bab untuk menggambarkan tokoh, menurutku tidak dijelaskan dalam tulisan. Misalnya pada saat membahas Marx yang kurang lebih berjudul "Menghargai Buku Lebih Dari Nyawa Anaknya". Tetapi jika ditelusur dalam tulisan, pembaca tidak menemukan bagian heroik seperti apa yang dimaksud dalam judul bab.
Pembaca juga akan menemukan pula bahwa tiap bab tidak proporsional misalnya saja laman untuk Moh. Hatta sedikit sekali dibanding dengan Gus Dur. Membuat aku berasumsi jangan-jangan hanya sebagai formalitas saja menunjukkan bahwa pemimpin Indonesia pernah merupakan seorang kutu buku.
Saran Shiori-ko
Untuk harga yang hanya Rp. 50.000 saja, tidak rugi untuk membeli sebatas menambah khazanah pengetahuan dan bahan bacaan. Tetapi apabila menurutmu dengan beberapa "cacat" yang sudah aku paparkan di atas, harga jual termasuk mahal, sila pinjam di perpustakaan. Membaca buku ini sebenarnya tidak ubahnya membaca biografi masing-masing tokoh melainkan dalam bentuk yang lebih pendek.
No comments:
Post a Comment