Penulis: Monica Tedja & Anggabe Good
Jumlah halaman: 202 halaman
Format: paperback
Harga: Rp. 75.000
Rating Shiori-ko: 2/5
Sinopsis: dikutip dari Goodreads
"Sambil menyelam minum air."
"Sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui."
Kedua peribahasa itu mungkin peribahasa yang paling tepat untuk menggambarkan situasi yang dialami oleh Tomo saat ini.
Bahasa nge-trend-nya: MODUSPasalnya, setelah melewati penantian yang cukup panjang, ia berhasil mendapatkan kesempatan untuk bertemu penyanyi idolanya di Tokyo. Tidak hanya itu, kedatangannya di Negeri Sakura akan disambut oleh sahabat penanya yang super kawaii, Kokoro-chan!
"Selama ini cuma bisa ngeliat Kokoro dari balik layar kaca dunia maya. Sekarang bisa ketemu secara langsung, gak pake layar kaca, di dunia nyata! KYAAA!!!" Tomo histeris. Deg-degan bukan main. Kalau selama ini ia cuma bisa mengirimkan pesan-pesan gombalnya via tulisan kepada Kokoro, mulai sekarang ia harus belajar mengutarakannya secara lisan, bahkan dalam bahasa Jepang.
Dengan bermodalkan Yubisashi Guide Book di tangannya, Tomo-kun siap mempelajari jurus-jurus jitu untuk melancarkan aksi
Resensi Shiori-ko:
Membaca buku ini karena tayangan dengan judul serupa di sebuah stasiun televisi swasta. Secara garis besar tayangan tersebut ingin memperkenalkan budaya dan teknologi yang tengah berkembang di Jepang, namun dibalit dengan kisah percintaan yang lucu antara dua karakter dan latar belakang budaya yang berbeda, yakni Jepang dan Indonesia. Oh iya, sebelum kamu membaca penilaianku, ini aku berikan tautan ke salah satu video tayangan yang aku maksud
Gaya Bahasa dan Kosa Kata
Karena memang ditujukan kepada kelompok remaja dan mengemban misi memperkenalkan kebudayaan, cara berceritanya menyenangkan, mudah diikuti, ditambah kosa kata yang memang tidk formal. Alias menggunakan percakapan gaul sehari-hari. Kemudahan inilah yang sekaligus membuat guyonan renyahnya enak untuk dinikmati.
Karena memang ditujukan kepada kelompok remaja dan mengemban misi memperkenalkan kebudayaan, cara berceritanya menyenangkan, mudah diikuti, ditambah kosa kata yang memang tidk formal. Alias menggunakan percakapan gaul sehari-hari. Kemudahan inilah yang sekaligus membuat guyonan renyahnya enak untuk dinikmati.
Plot
Tidak ada yang salah dengan plotnya, karena menggunakan plot maju. Sehingga tidak terlalu membingungkan pembaca
Tidak ada yang salah dengan plotnya, karena menggunakan plot maju. Sehingga tidak terlalu membingungkan pembaca
Tokoh
Selama cerita ini bergulir, hanya ada dua tokoh utama, yakni si Tomo-kun, lelaki asal Indonesia yang merantau ke Jepang atas nama kesukaannya dengan salah satu penyanyi dan Kokoro-chan, gadis Jepang yang khas Jepang (bacalah, maka kamu akan tahu maksudku). Keduanya memiliki karakter seperti sebagian besar laki-laki Indonesia ataupun Perempuan di Jepang. Karena itulah, kedalaman tokoh tidak terlalu dieksplor. Bayangkan aja, dengan perbedaan antara dua budaya, pastilah sudah menimbulkan beberapa permasalahan kecil. Dan itu uniknya. Karena menurutku, kita selama ini hanya tahu mengenai Jepang dilihat dari produk yang dihasilkan, bukan dari aspek sosial penduduknya.
Selama cerita ini bergulir, hanya ada dua tokoh utama, yakni si Tomo-kun, lelaki asal Indonesia yang merantau ke Jepang atas nama kesukaannya dengan salah satu penyanyi dan Kokoro-chan, gadis Jepang yang khas Jepang (bacalah, maka kamu akan tahu maksudku). Keduanya memiliki karakter seperti sebagian besar laki-laki Indonesia ataupun Perempuan di Jepang. Karena itulah, kedalaman tokoh tidak terlalu dieksplor. Bayangkan aja, dengan perbedaan antara dua budaya, pastilah sudah menimbulkan beberapa permasalahan kecil. Dan itu uniknya. Karena menurutku, kita selama ini hanya tahu mengenai Jepang dilihat dari produk yang dihasilkan, bukan dari aspek sosial penduduknya.
Yang Menarik
Saking ringan dan cukup kocak, aku lumayan menikmati apa yang disampaikan oleh penulis. Diawali dengan perbedaan beberapa derajat ketika membungkukkan badan akan menghasilkan penafsiran berbeda bagi orang Jepang. Hal-hal sepele seperti bahwa di Jepang, pasangan yang masih berpacaran memang membayar sendiri-sendiri, tidak seperti di Indonesia dimana pihak laki-laki selalu gengsi dan membayari semua pengeluaran ketika berkencan. Penjelasan pun juga sampai hal yang di Indonesia sudah sering kita temui, yakni cara memakan sushi yang benar.
Saking ringan dan cukup kocak, aku lumayan menikmati apa yang disampaikan oleh penulis. Diawali dengan perbedaan beberapa derajat ketika membungkukkan badan akan menghasilkan penafsiran berbeda bagi orang Jepang. Hal-hal sepele seperti bahwa di Jepang, pasangan yang masih berpacaran memang membayar sendiri-sendiri, tidak seperti di Indonesia dimana pihak laki-laki selalu gengsi dan membayari semua pengeluaran ketika berkencan. Penjelasan pun juga sampai hal yang di Indonesia sudah sering kita temui, yakni cara memakan sushi yang benar.
Setiap penjelasan selalu dihadirkan bersama dengan ilustrasi lucu dan menarik. Sehingga membuat pembaca setidaknya menangkap pesan penulis. Pada beberapa laman terkahir, penulis lebih memperinci lagi, seperti misalnya ketika kedua tokoh mampir ke salah satu tempat yang penuh robot. Tambahan pula, apabila kamu membeli buku ini, akan ada sebuah buku pendamping mini alias guide book yang berisi kalimat singkat ketika sedang berada di Jepang. Misalnya, kalimat untuk bertanya mengenai arah jalan.
Yang Disayangkan
Teknis penulisan. Bukan, aku sih tidak mempersalahkan dengan kosa kata non-formal yang digunakan. Tetapi penggunaan catatan kaki tidak diorganisir dengan baik membingungkan pembaca. Penulis tidak menggunakan angka melainkan hanya tanda bintang. Hal tersebut tidak masalah jika dalam satu halaman hanya ada satu tanda bintang. Bagaimana jika ternyata ada banyak tanda bintang? Bagaimana pembaca bisa memahami maksud dari kata asing tersebut? Tidak lepas juga aku menemukan beberapa kata yang masih salah ketik.
Cerita boleh saja disajikan dengan menarik dan ringan, tetapi jangan sampai hal yang logis diabaikan. Contohnya saja ketika Kokoro-chan bersedia menemani Tomo-kun untuk berkeliling Tokyo. Apakah si Kokoro-chan memang hanya gadis menganggur? Kalau menganggur, dapat uang darimana dia untuk melakukan aktivitas fangirling? Jujur, aku sendiri merasa terganggu. Apalagi di bagian-bagian menuju terakhir, tampak cerita agak dipaksakan untuk menjadi sedikit romantis.
Namun secara keseluruhan sudah cukup menyenangkan, walaupun beberapa informasi yang ditulis sudah pernah aku ketahui sebelumnya. Aku hanya memberi 2 bintang karena buku ini biasa saja dimana aku bisa menghabiskan hanya dalam waktu 2 jam. Ya, aku terganggu oleh kendala teknisnya. Ohya, harganya cukup mahal disebabkan oleh seluruh halaman dicetak dalam keadaan berwarna, ditambah dengan buku saku itu.
Namun secara keseluruhan sudah cukup menyenangkan, walaupun beberapa informasi yang ditulis sudah pernah aku ketahui sebelumnya. Aku hanya memberi 2 bintang karena buku ini biasa saja dimana aku bisa menghabiskan hanya dalam waktu 2 jam. Ya, aku terganggu oleh kendala teknisnya. Ohya, harganya cukup mahal disebabkan oleh seluruh halaman dicetak dalam keadaan berwarna, ditambah dengan buku saku itu.
Saran Shiori-ko:
Pinjam saja. Mengingat harganya yang cukup pricey. Tapi kalau kamu memang mengincar buku sakunya itu, ya tidak masalah. Bacaan yang cocok untuk yang hanya ingin sekedar membunuh waktu.
No comments:
Post a Comment