Tuesday, November 17, 2015

To Kill a Mockingbird

To Kill a Mockingbird
Penulis: Harper Lee
Jumlah halaman: 309 halaman
Tahun terbit: 2010
Penerbit: Arrow Books Ltd
Format: mass market paperback
Harga: Rp 108.000 di Periplus
Rating Shiori-ko: 3.7/5
Sinopsis:


'Shoot all the bluejays you want, if you can hit 'em, but remember it's a sin to kill a mockingbird.'

A lawyer's advice to his children as he defends the real mockingbird of Harper Lee's classic novel - a black man charged with the rape of a white girl. Through the young eyes of Scout and Jem Finch, Harper Lee explores with exuberant humour the irrationality of adult attitudes to race and class in the Deep South of the thirties. The conscience of a town steeped in prejudice, violence and hypocrisy is pricked by the stamina of one man's struggle for justice. But the weight of history will only tolerate so much.

To Kill a Mockingbird is a coming-of-age story, an anti-racist novel, a historical drama of the Great Depression and a sublime example of the Southern writing tradition.

Resensi Shiroi-ko:
Cukup penasaran karena buku ini hangat jadi perbincangan gara-gara Harper Lee merilis Go Set a Watchman yang katanya masih ada kaitannya denga buku ini. Banyak orang pun yang mengatakan kalau buku ini harus dibaca minimal sekali seumur hidup.

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Jangan memaksakan diri jika memang tidak kuat dengan bagaimana buku klasik. Seperti kebanyakan buku klasik yang lainnya, gaya bahasa yang digunakan tidak begitu mudah untuk diikuti. Apalagi dengan kosa katanya. Aku menemukan kesulitan untuk dapat memahami apa yang sebenarnya diutarakan oleh masing-masing tokoh melalui dialog. Narasinya sih tidak menggunakan bahasa yang sulit, tetapi percakapannya menggunakan bahasa gaul pada waktu itu (yang berlatar waktu tahun 1930an). Bagi yang terbiasa membaca buku young adult atau kontemporer, aku tidak heran jika kalian menemukan buku ini tidak terlalu bisa dipahami hanya dengan sekali baca saja. 

Penyamapaiannya di depan berjalan cukup lambat. Aku saja berusaha untuk tetap bertahan membaca buku ini meskipum bagian awalnya membosankan. Kalau dipikir-pikir hal tersebut juga dipengaruhi dengan kapan buku ini pertama kali diterbitkan. Aku rasa, untuk mereka yang biasa membaca buku klasik, tidak akan susah mengikuti bagaimana buku ini bertutur.

Plot
Plotnya berjalan maju dengan penempatan konflik yang tidak terduga di beberapa bagian menuju akhir. Seluruh kisah dalam buku ini dituturkan dari kacamata Scout Finch, bocah perempuan berusia 8 tahun. Jangan heran jika terlihat begitu polos dan mendeskripsikan segalanya secara mendetil.

Penokohan
Cerita ini dituturkan dari sudut pandang Scout Finch yang masih berusia 8 tahun, yang masih dengan mudah diberi arahan oleh Atticus meskipun ia sendiri kadang mempertanyakan mengapa Atticus mengajarkan hal itu kepadanya. Kepolosan Scout kurang lebih merefleksikan bagaimana kita memandang suatu hal semestinya. Bahwa yang berkulit putih dan hitam pada saat itu mengapa diperlakukan berbeda. Kepolosan itulah yang tampaknya diangkat sebagai ide cerita dalam buku ini. 

Berbeda dengan sang kakak, Jem Finch yang tengah berada pada masa pubertasnya. Kadang ia bisa sangat baik sekali dengan Scout, tetapi kadang ia bisa judes secara tiba-tiba. Tetapi sesungguhnya, Jem sangat menyayangi Scout. Jem rela melakukan apapun asal Scout tidak terluka atu masuk ke dalam situasi berbahaya. 

Sedangkan Atticus adalah sosok ayah yang demokratis sekali terhadap anak-anaknya. Dia mengajarkan banyak hal dengan cara yang bagi sebagian besar orangtua pada masa itu (bahkan hingga saat ini) tidak lumrah. Atticus membiarkan anak-anaknya memanggilnya dengan nama, bukan dengan sapaan "ayah". Atticus membela Scout dan Jem ketika bagi lingkungannya melakukan hal yang tidak mencerminkan sikap kulit putih pada saat itu. Atticus bagi Scout adalah sosok nyata dari orang yang berlaku adil, tidak gentar terhadap apapun yang menghadangnya selama bagi Atticus hal tersebut benar adanya, termasuk untuk membela kaum kulit hitam.

Ide Cerita
Sebelum membaca buku ini, aku sudah tahu kalau memang buku ini memfokuskan pada permasalahan ras atau etnik yang hingga saat ini pun masih menjadi suatu hal yang sensitif untuk dibicarakan. Aku tidak menemukan banyak hal baru, namun setidaknya aku tahu pandangan dari orang pada masa itu (ketika buku ini ditulis dan diterbitkan). Aku cukup kaget mengetahui bahwa ketika itu, berinteraksi dengan orang kulit berwarna (bukan sebagai majikan dan budak) merupakan hal yang aneh, malah disebut sebagai dosa. Rasisme yang begitu tingginya hingga melihat manusia berwarna lain sebagai sosok yang jauh lebih rendah ketimbang mereka.

Untuk ceritanya, aku sendiri cukup kaget ketika permasalahannya tidak hanya satu saja. Ada banyak hal yang harus dihadapi oleh 3 tokoh utama tersebut. Dari perlakuan berbeda lingkungan sekitar keluarga Finch, bagaimana persidangan berjalan seadil-adilnya bagi kedua belah pihak. Aku kira permasalahan akan selesai hingga Tom Robinson menang diperadilan. Ternyata masih ada masalah lain lagi yang menunjukkan bahwa Atticus Finch walaupun sudah berusia tetap memgang prinsip "keadilan untuk semua". Aku cukup takjub dengan bagaimana penulis mengakhiri tulisan ini.

Saran Shiori-ko:
Butuh mental yang kuat dan mood yang mendukung ketika membaca buku ini, atau kamu akan merasa bosan. Perhatikan juga bahwa kosa kata yang digunakan dalam buku ini tidak mudah. Memang, buku ini masuk ke dalam kategori buku yang harus dibaca setidaknya sekali seumur hidup, tapi perlu persiapan yang cukup untuk mampu menikmati buku ini hingga mengerti makna apa yang tersimpan di baliknya.

No comments:

Post a Comment