Wednesday, January 20, 2016

Fish Eye

Penulis: Handoko Hendroyono
Jumlah halaman: 215 halaman
Tahun terbit: 2015
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Format: paperback
Harga: Rp 65.000 di Gramedia.com
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis:

Mengapa brand lokal sulit berkembang di Indonesia?

Mengapa di negeri subur loh jinawi pertaniannya terbelakang?

Mengapa kita kerap gagap menangkap sinyal perubahan?

Bagaimana dunia bisnis sebaiknya menganggapi berbagai persoalan masyarakat?

Seberapa jauh perkembangan teknologi informasi bisa membantu?

Di mana peran utama industri kreatif dan generasi muda?



Sederet pertanyaan di atas terus-menerus mengusik Handoko Hendroyono, praktisi periklanan dan pemasaran yang dikenal sebagai creative storyteller dan content creator. Sebagian buah pikirannya yang ditulis tiga tahun belakangan dan tersebar di berbagai blog dan social media kini dirangkum dalam buku ini.


Dilengkapi banyak contoh kasus, Fish Eye menawarkan cara pandang baru dalam melihat peluang dan masalah di dunia bisnis, kreativitas, dan kemasyarakatan. 


Resensi Shiori-ko:
Buku ini bisa saja diselesaikan hanya dalam waktu 2 jam, sembari berdiri di rak toko buku karena pasti ada satu eksemplar yang tidak disegel. Namun, aku rasa buku ini cukup menarik untuk sekedar dibaca sambil lalu. Maka aku putuskan untuk membelinya. Memiliki buku ini ternyata bukanlah suatu tindakan yang menghamburkan uang. Nyatanya, aku mendapat cukup banyak hal baru dari membaca buku ini.

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Buku ini merupakan buku non-fiksi yang mana menyampaikan tentang pentingnya menjadi peka dan mengubah kepekaan itu menjadi suatu hal yang dapat memecahkan masalah alias untuk menjadi kreatif. Otomatis, cara penyampaiannya pun juga menyenangkan dan menarik. Penulis menggunakan bahasa yang sederhana namun tidak kehilangan makna atas pesan yang ingin disampaikan dalam buku ini. Tidak ada kosa kata yang sulit. Semuanya bisa dipahami dengan mudah oleh orang awam. 

Desain dan Tata Letak
Inilah yang selalu menjadi kekuatan dari buku-buku kreatif. Penulis di Indonesia juga tidak kalah kreatifnya dengan penulis di luar. Mereka juga bisa menyajikan konten dengan sangat menarik, dengan tata letak yang tidak biasa, atau dengan desain halaman yang malah tidak terpikirkan sebelumnya. Penulis Fish Eye juga termasuk. Tidak sekedar menuliskan cara untuk menjadi kreatif dan memecahkan masalah di Indonesia saja, penulis juga menunjukkan dengan membuat konten bukunya menjadi sebuah bacaan yang tidak membosankan. Dengan kombinasi warna oranye, hitam, dan putih, penulis sudah menampilkan tata letak yang menggemaskan namun tidak menyiksa mata.

Isi Buku
Aku takjub dengan bagaimana penulis berani membandingkan konten kreatif Indonesia dengan konten kreatif yang ada di luar sana. Bahkan, penulis juga menanyakan secara frontal mengapa buku-buku seperti #GIRLBOSS milik Sophia Amorusso bisa laku di pasaran, tetapi penulis serupa di Indonesia belum bisa mendapatkan apresiasi secara maksimal. Namun, penulis tidak sekedar membandingkan dan mempertanyakan saja. Penulis juga memberikan analisis dan jawaban yang sekirangan sudah kita ketahui sebagai bahan intropeksi diri terhadap kadar kualitas kekreatifan karya anak bangsa.

Menjadi kreatif tidaklah hanya menjadi persyaratan untuk dapat bekerja pada agensi. Menjadi kreatif adalah suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh mereka yang ingin menjadi problem solver. Dari kreativitas itulah, manusia bisa menciptakan banyak hal untuk membuat hidup masyarakat menjadi lebih ringan. Jadi, penulis juga mengatakan kalau menjadi kreatif bukanlah suatu tindakan atau sikap yang bersifat eksklusif.

Saran Shiori-ko:
Untuk mencari ide, aku rasa buku ini cocok. Ringan dan bisa habis dalam sekali duduk. Harganya pun bukan harga yang kelewat mahal. Lumayan untuk memberikan kita pandangan baru untuk menciptakan pemecahan masalah.

No comments:

Post a Comment