Desain sampulnya, tidak bisa dipungkiri, begitu eye catching. Perpaduan antara warna biru dengan kuning yang begitu kontras membuat yang lewat di depan ingin berhenti sejenak. Mendekat dan akhirnya mengangkat buku tersebut. Judulnya juga sederhana. Hanya bertuliskan "Kamu". Dengan subjudul "Cerita yang Tidak Perlu Dipercaya" malah membuat orang lain penasaran.
Penulis: Sabda Armandio
Jumlah halaman: 348 halaman
Tahun terbit: 2015
Penerbit: Moka Media
Format: mass market paperback
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis:
Beberapa pekan menjelang Ujian Nasional, seorang siswa SMA bolos sekolah untuk kali pertama demi menolong temannya yang bernama Kamu. Kamu bilang ini persoalan gawat dan ia benar-benar butuh bantuan untuk… mencari sebuah sendok. Begitulah mulanya, dan perlahan, satu demi satu, jalinan peristiwa yang mengubah hidup keduanya terurai.
Ditulis dalam tradisi panjang novel-novel coming-of-age seperti The Catcher in the Rye karya J.D. Salinger dan The Adventures of Hucklebery Finn karya Mark Twain, KAMU menampilkan keunikan pikiran serta cara karakter-karakternya yang remaja dalam memandang dunia, menyoroti pilihan-pilihan yang mereka ambil, keyakinan, keragu-raguan, cinta, kesedihan, amarah.
Menjadi dewasa adalah proses penting yang pasti dialami, namun belum tentu dipahami, oleh semua orang. Karya Sabda Armandio ini menawarkan ‘pengalaman baru’ sekaligus kesempatan untuk ‘berpikir ulang’, baik bagi para pembaca dewasa maupun pembaca-pembaca muda. Dan di atas semuanya, KAMU adalah sebuah novel yang enak dibaca.
***
Buku ini unik. Hanya ada nama-nama para karakter pendukung. Tidak, Dio --panggilan untuk penulis-- tidak memberikan nama kepada tokoh utamanya. Aku dan Kamu. Awalnya cukup membingungkan. Bermula dari kehidupan si Aku yang sepi dan kemudian menceritakan tentang petualangannya dengan Kamu.
Dio tidak menawarkan cerita yang kompleks. Apalagi yang penuh dengan bunga-bunga dan kisah cinta khas remaja. Bukan. Dio menghadirkan sebuah antitesis dalam bentuk yang ringan. Yang bisa kita tertawakan karena menyadari mengapa selama ini kita hidup dengan pemahaman yang seperti itu.
Kekritisan Dio dalam melihat kehidupan tampak dalam bagiamana hampir semua tokoh di dalamnya berdialog. Misalnya ketika Aku dan Kamu menyentil tentang masalah religiusitas. Mereka membahasnya dalam sebuah kalimat yang sederhana namun benar adanya. Tidak berhenti di situ saja. Dio pun juga membawa perihal lain seperti masalah sekolah dan seragam ke dalam dialog yang seru. Dio benar-benar menggunakan bukunya sebagai sarana untuk menyuarakan apa yang ada di kepalanya selama ini. Apakah hal tersebut benar adanya atau mungkin hanya asumsi yang disepakati oleh sekelompok orang dan menjadi asumsi bersama.
"Ketika berpelukan, kami tentu tidak bisa melihat wajah satu sama lain. Betul-betul cara terbaik untuk menyembunyikan perasaan masing-masing. Ia tidak perlu melihat wajahku yang kebingungan, dan aku tidak perlu tahu apakah ia menangis karena sedih atau bahagia." (halaman 162).
Kamu: Cerita yang Tidak Perlu Dipercaya merupakan sebuah buku yang sangat ringan. Yang tidak perlu membawa istilah-istilah keren untuk membuatnya menjadi wah. Konten bukunya sendiri sudah menarik. Kamu: Cerita yang Tidak Perlu Dipercaya malah bisa dihabiskan dalam sekali duduk. Tetapi, lebih baik jangan. Nikmati setiap kalimat dan kisah petualangan Aku dan Kamu yang kadang terdengar sureal. Selalu ada pesan yang tersirat, apalagi yang tersurat, yang membantu pembaca untuk sama-sama berpikir kritis akan suatu isu.
Terima kasih kepada Rizky Nindy Lestari yang merekomendasikan bacaan ini. Katanya, pembacanya akan menjadi baper. Tapi denganku tidak. Aku malah terkadang mengangguk setuju dengan pemikiran Dio lewat karakter-karakternya. Ada hal yang selama ini luput dari pandangan dan persepsi kita namun terus saja dijadikan pembenaran.
"Kata Carl Jung, pertemuan dua kepribadian itu seperti kontak dua substansi kimia: jika ada reaksi, maka keduanya akan bertransformasi." (halaman 184)
Kamu: Cerita yang Tidak Perlu Dipercaya seharusnya menjadi bacaan setiap orang supaya mereka sadar, dengan hal yang sederhana saja terkadang dibuat rumit, bagaimana bisa menguraikan kerumitan hidup?
kekurangan buku ini menurut anda bagaimana ?
ReplyDeletepengen baca
ReplyDelete