30 Paspor di Kelas Sang Profesor
Penyusun: J. S. Khairen
Jumlah halaman: 328 halaman
Format: paperback
Harga: Rp. 64.000 di Gramedia
Rating Shiori-ko: 5/5
Sinopsis: (dikutip dari Goodreads)
"Paling lambat 1,5 bulan ke depan, kalian semua harus sudah berangkat!"Demikian ucapan Prof. Rhenald Kasali pada hari pertama masuk kuliah Pemasaran Internasional yang sontak membuat kelas gaduh luar biasa. Negara tujuan ditentukan saat itu juga. Sementara paspor harus didapatkan dalam waktu dua minggu ke depan.
Metode kuliah yang awalnya ditentang banyak orang tersebut—dari orangtua mahasiswa sampai sesama dosen—terbukti menjadi ajang “latihan terbang” bagi para calon rajawali. Demikian Prof. Rhenald mengibaratkannya. Tersasar di negeri orang dapat menumbuhkan mental self driving, syarat untuk menjadi pribadi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab.
Dalam jilid pertama buku ini, para mahasiswa mengalami sendiri berbagai pengalaman unik. Ketinggalan pesawat, digoda kakek-kakek genit, kena tipu oleh pengemis, adalah beberapa di antaranya.
Membaca buku ini dalam perjalanan Surabaya - Yogyakarta dengan kereta api bagiku adalah suatu hal yang menarik. Karena apa yang aku baca saat itu, adalah kisah perjalanan yang membuatku terharu sekaligus malu akan diriku sendiri.
Buku pertama ini mengisahkan mahasiswa peserta mata kuliah Pemasaran Internasional (Pemintal) di kelas Prof. Rhenald Kasali. Tugasnya tidak tanggun-tanggung, melainkan dalaman 1,5 bulan (tepatnya sebelum UTS) semua mahasiswa sudah harus terbang ke belahan dunia lain. Tidak hanya itu, mereka harus pergi sendiri ke negara yang tidak menggunakan bahasa Melayu.
Semua tulisan dalam buku ini adalah cerita narasi dari mahasiswa itu sendiri. Tidak berbeda dengan tulisan perjalanan kebanyakan, namun nilai lebihnya adalah mahasiswa tersebut juga mencantumkan bagaimana usaha mereka mendapatkan dana yang cukup untuk pergi, tersesat di tanah orang, hingga bertahan hidup dari perbedaan budaya. Ditambah pula, komentar pelaku perjalanan tersebut setelah "menyelesaikan" tugas dari dosen.
Buku pertama ini mengisahkan mahasiswa peserta mata kuliah Pemasaran Internasional (Pemintal) di kelas Prof. Rhenald Kasali. Tugasnya tidak tanggun-tanggung, melainkan dalaman 1,5 bulan (tepatnya sebelum UTS) semua mahasiswa sudah harus terbang ke belahan dunia lain. Tidak hanya itu, mereka harus pergi sendiri ke negara yang tidak menggunakan bahasa Melayu.
Semua tulisan dalam buku ini adalah cerita narasi dari mahasiswa itu sendiri. Tidak berbeda dengan tulisan perjalanan kebanyakan, namun nilai lebihnya adalah mahasiswa tersebut juga mencantumkan bagaimana usaha mereka mendapatkan dana yang cukup untuk pergi, tersesat di tanah orang, hingga bertahan hidup dari perbedaan budaya. Ditambah pula, komentar pelaku perjalanan tersebut setelah "menyelesaikan" tugas dari dosen.
Selama membaca buku ini, tentu ada narasi yang dibawakan dengan biasa saja, membosankan, hingga menyenangkan karena kocak. Dari cerita-cerita itulah, pembaca bisa melihat bahwa meski sudah memiliki kesiapan apapun, baik mental dan fisik, apa yang ada di tujuan ternyata sangat bisa berubah, mempengaruhi keadaan emosi manusia. Tapi, disitulah letak belajarnya, mengendalikan emosi.
Aku suka sekali buku ini. Dengan sangat jelas, semua penulisnya, termasuk Prof. Rhenald dan asisten beliau, menepuk pundakku, mengingatkan bahwa sudah berusia kepala dua hendaknya sudah melakukan semuanya sendiri. Dalam artian, sudah bisa mengambil kebijakan dan keputusan jalan mana yang akan diambil untuk melanjutkan hidup. Aku terharu membacanya, karena aku malu. Para penulis tersebut seusia denganku, angkatan 2011, namun sudah bisa mengusahakan semuanya sendiri agar bisa merantau, melihat dan merasakan perbedaan budaya manusia sehingga bisa dijadikan pengetahuan untuk landasan mengambil kebijakan.
Buku ini adalah buku yang harus dibaca oleh semua kalangan tidak hanya dosen dan mahasiswa, melainkan siapapun sebab pesan moral yang tersirat di dalamnya sangatlah bermakna. Ambil contoh, walau kita bukanlah anak pejabat, jangan sampai masalah finansial menjadi halangan untuk menggapai mimpi melihat keajaiban di negara lain. Atau, jangan biarkan anak-anak terikat dalam nasihat normatif tanpa membiarkan mereka berinovasi terhadap keputusannya.
Aku sungguh berterima kasih kepada tim penyusun dan yang mengusulkan supaya kisah mahasiswa kelas Pemintal dibukukan. Sangat tidak rugi untuk membelinya. Setiap penulis menceritakan dengan gayanya masing-masing dan itu menarik. Sayangnya, tidak terlalu banyak foto yang disisipkan dalam setiap narasi perjalanannya.
Aku suka sekali buku ini. Dengan sangat jelas, semua penulisnya, termasuk Prof. Rhenald dan asisten beliau, menepuk pundakku, mengingatkan bahwa sudah berusia kepala dua hendaknya sudah melakukan semuanya sendiri. Dalam artian, sudah bisa mengambil kebijakan dan keputusan jalan mana yang akan diambil untuk melanjutkan hidup. Aku terharu membacanya, karena aku malu. Para penulis tersebut seusia denganku, angkatan 2011, namun sudah bisa mengusahakan semuanya sendiri agar bisa merantau, melihat dan merasakan perbedaan budaya manusia sehingga bisa dijadikan pengetahuan untuk landasan mengambil kebijakan.
Buku ini adalah buku yang harus dibaca oleh semua kalangan tidak hanya dosen dan mahasiswa, melainkan siapapun sebab pesan moral yang tersirat di dalamnya sangatlah bermakna. Ambil contoh, walau kita bukanlah anak pejabat, jangan sampai masalah finansial menjadi halangan untuk menggapai mimpi melihat keajaiban di negara lain. Atau, jangan biarkan anak-anak terikat dalam nasihat normatif tanpa membiarkan mereka berinovasi terhadap keputusannya.
Aku sungguh berterima kasih kepada tim penyusun dan yang mengusulkan supaya kisah mahasiswa kelas Pemintal dibukukan. Sangat tidak rugi untuk membelinya. Setiap penulis menceritakan dengan gayanya masing-masing dan itu menarik. Sayangnya, tidak terlalu banyak foto yang disisipkan dalam setiap narasi perjalanannya.
Saran Shiori-ko:
BELI. BACA. BAGIKAN. Apalagi yang harus aku katakan kalau aku saja sudah memberikan semua bintang untuk buku ini? (Resensi buku kedua menyusul ya, tengah mengantre membaca dengan anggota keluarga di rumah)
Hesti.. dikasih semacam index review buku donk biar bisa enak cari resensinya.. :)
ReplyDeleteide bagus mbak :D
Delete