Penulis: Alanda Kariza
Jumlah halaman: 188 halaman
Tahun terbit: 2014
Penerbit: Gagasmedia
Format: paperback
Harga: Rp. 40.000 di Toko Buku Gramedia
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis: dikutip dari Goodreads
“Aku takut ketinggian,” tandas saya singkat. Mendengar hal itu, teman yang duduk di sebelah saya menawarkan untuk bertukar tempat, tapi saya menolak. Bagaimana saya bisa pergi keliling dunia kalau berpergian dengan pesawat saja, membuat saya ketakutan setengah mati? Segera, pesawat pun perlahan-lahan melewati landas pacu, sedikit menukik ke atas, dan… I swear, it was one of the scariest moments in my life!
Menjejaki kedewasaan ibarat melakukan sebuah perjalanan. Semakin jauh melangkah, akan sering kita temukan tantangan baru. Dan melakukan perjalanan sejak dini berarti menemukan banyak pelajaran yang akan menempa diri kita menjadi sosok yang lebih dewasa. Alanda Kariza berbagi kisah perjalanan yang mendewasakan dirinya saat ke New York, Vatikan, London, Doha, Pittsburgh, dan tempat menarik lainnya. Banyak hal yang bisa jadi pelajaran menarik, seperti keluar dari zona nyaman, berani mengambil keputusan, percaya diri, dan bisa menyikapi suatu masalah tanpa keluhan. Baginya, traveling is about discovering yourself and also your flaws. Jadi, siapkan destinasi impianmu, tangkap setiap momen yang ada... dan bertualanglah! Temukan jawaban tentang kedewasaanmu.
Resensi Shiori-ko:
Begitu tahu bahwa salah satu penulis muda ini akan membuat buku baru, aku sudah tidak sabar untuk membacanya. Dan begitu ia mengumumkan bahwa buku ini sudah beredar di toko buku, aku langsung saja ingin segera membelinya. Meskipun pada akhirnya aku baru bisa mendapatkannya pada saat tahun baru, namun menurutku ini adalah awalan baik. Karena bersamaan dengan lembaran 2015 yang baru, aku ingin memulai tahun ini dengan melakukan "traveling". Memangnya apa saja sih yang dibahas dalam buku ini?
via www.tumblr.com |
Gaya Bahasa dan Kosa Kata
Kalau sudah pernah membaca blog, buku, mengikuti twit dan instagram Alanda Kariza, aku rasa tidak akan merasa asing dengan bagaimana tulisannya ini mengalir. Semua sangat khas Alanda. Bahkan untuk mereka yang baru saja membaca buku ini, aku rasa tidak akan sulit mengikuti kisahnya. Syukurlah, Alanda tidak banyak menggunakan bahasa Inggris dalam tulisannya sehingga akan mudah bagi pembaca untuk memahami maksud dari pesannya tersebut. Istilah yang digunakan pun tidak ada yang terlalu asing. Ditambah dengan cara penyampaian Alanda yang bagus membuatku jadi tidak bisa berhenti membaca sampai buku ini habis aku lahap.
Tata Letak (Layout)
Secara keseluruhan tulisan dalam buku bisa dibaca dan tidak terhalangi oleh background yang mengganggu. Meskipun hanya 188 halaman, namun semua halamannya tercetak dalam format full color dan dilengkapi dengan ilustrasi pendukung yang cantik. Buku ini menjadi nyaman untuk dibaca karena penataannya yang simpel dan warna-warna yang digunakan tidak terlalu mencolok.
Konten Buku
Buku ini lebih kurang menjelaskan bahwa dalam setiap proses traveling manusia, entah tua ataupun muda, pasti akan ada hal baru yang dipelajari. Baik itu traveling dalam konteks berlibur ataupun karena tugas. Alanda menggunakan beragam pengalamannya ketika berkeliling ke berbagai tempat di dunia sebagai contoh bahwa di balik rasa bersenang-senang, ada pula rasa ketakutan, kecewa dan campur aduk perasaan yang tetap menuju pada satu tujuan: pembelajaran akan makna hidup.
Perjalanan yang dilalui Alanda tidak selalu berjalan mulus. Malah ada kisah ketika koper berisi baju gantinya tertinggal di Jakarta di saat dia harus menghadiri suatu konferensi di Doha. Alanda pun berusaha berpikir bagaimana caranya bisa bertahan di tanah orang tanpa ada baju ganti sehelai pun. Di saat yang seperti itulah malah Alanda dipertemukan dengan sebuah kesempatan. Menggunakan kasus-kasusnya sendiri membuat pembaca merasa bahwa apa yang dipaparkan Alanda mengenai perjalanan terasa begitu manusiawi. Bagiku, Alanda bukanlah menciptakan gap antara pembaca dengan dirinya, namun berusaha untuk lebih dekat dengan juga menuliskan hal yang membuatnya malu ataupun gagal.
Kurang lebih, apa yang ingin disampaikan oleh Alanda bahwa melakukan perjalanan entah itu sendirian atau bersama pendamping, akan membuat kita belajar lebih banyak daripada yang pernah kita dapatkan di kelas. Dan hasil belajar tadi itulah yang rupanya berandil besar untuk membentuk pribadi dewasa kita menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya. Bahwa di balik rasa senang bisa pergi ke kota lain atau ke negeri lain, sama dengan belajar tentang konsep hidup dari sudut pandang yang lain. Seperti kata pepatah, "Dunia itu seperti buku. Dia yang tidak pernah bepergian hanya membaca satu halaman."
via www.pinterest.com |
Buku ini dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan daerah yang pernah ia kunjungi dan pelajaran apa yang ia dapatkan dari perjalanan tersebut. Di akhir bab, akan ada tokoh yang memberikan semacam testimoni bahwa melakukan traveling di usia muda ternyata membantu seseorang untuk menjadi pribadi dewasa dengan sikap dewasa yang semestinya. Ada Dian Pelangi dan Sonia Eryka salah satunya.
Saran Shiori-ko:
Harganya kurang dari Rp. 50.000 yang menurutku murah untuk dibeli dan dikoleksi. Aku merekomendasikan buku ini untuk semua anak muda untuk setidaknya meluangkan waktunya dalam satu tahun berlibur ke tempat yang belum dikunjungi, berinteraksi dengan manusianya, dan pulang dengan ilmu baru. Isinya pun memang sederhana tapi bisa membuatmu berpikir untuk merefleksikan dalam kehidupanmu. Buku ini bagus karena bisa membuatku jadi merenungkan akan kemana hidup ini dibawa selanjutnya (krisis usia 20an awal).
Aku pribadi merasa buku ini isinya kurang lebih dengan buku 30 Paspor di Kelas Sang Profesor yang ditulis oleh 30 mahasiswa Prof. Rhenald Kasali ketika mendapat tugas untuk pergi ke luar negeri seorang diri. Jadi sebaiknya kamu beli buku ini dan 2 buku 30 Paspor di Kelas Sang Profesor ya :)
No comments:
Post a Comment