Sunday, January 4, 2015

Memori

Memori
Penulis: Windry Ramadhina
Jumlah halaman: 312 halaman
Tahun terbit: 2012
Penerbit: Gagasmedia
Format: paperback
Harga: Rp. 32.000 di Gramedia Royal Plaza Surabaya
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis: dikutip dari Goodreads
Cinta itu egois, sayangku. Dia tak akan mau berbagi.
Dan seringnya, cinta bisa berubah jadi sesuatu yang jahat. Menyuruhmu berdusta, berkhianat, melepas hal terbaik dalam hidupmu. Kau tidak tahu sebesar apa taruhan yang sedang kau pasang atas nama cinta. Kau tidak tahu kebahagiaan siapa saja yang sedang berada di ujung tanduk saat ini.

Kau buta dan tuli karena cinta. Kau pikir kau bisa dibuatnya bahagia selamanya. Harusnya kau ingat, tak pernah ada yang abadi di dunia—cinta juga tidak. Sebelum kau berhasil mencegah, semua yang kau miliki terlepas dari genggaman.
Kau pun terpuruk sendiri, menangisi cinta yang akhirnya memutuskan pergi.


Resensi Shiori-ko:
Tergoda dengan diskon yang digelar oleh Gramedia Royal Plaza Surabaya, awalnya aku tidak terlalu menggubris. Namun ternyata, ada buku ini di tengah tumpukan buku diskon lainnya. Lumayan, pikirku. Semenjak membaca London: Angel, aku jadi penasaran dengan tulisan Windry. Dan akhirnya aku berhasil menghabiskan akhir pekanku dengan dirinya.

Gaya Bahasa dan Kosa Kata
Dalam buku ini menggunakan sentral dunia arsitektur, yang tidak lain adalah latar belakang penulis. Maka dari itu awalnya aku agak sulit menyesuaikan format isi otakku dengan kosa kata yang digunakan selama buku ini bertutur. Bagi pembaca awam seperti aku, menemukan beberapa istilah dalam dunia arsitektur akan agak sulit memahami apa maknanya. Ditambah banyaknya tokoh arsitek terkenal yang disebutkan yang jelas-jelas aku buta dalam bidang tersebut. Tapi bagiku, itulah uniknya. Windry bisa membawa pembacanya menuju bidang lain melalui sebuah kisah fiksi. Aku pribadi tidak merasa terganggu dengan istilah asing tersebut. 

Untuk gaya bahasa dan gaya penceritaan, dalam buku Memori ini aku masih merasakan sedikitnya emosi yang bisa dihasilkan oleh permainan diksinya. Kisahnya memang mengharukan walau ini tidak hanya sekedar cinta kepada lawan jenis, melainkan juga kepada anggota keluarga. Sisi romans buku ini hanya sebagai pelengkap saja. Kisah utamanya ada dalam permasalahan keluarga si tokoh utama. Windry menulis dengan baik. Begitu mengalir sampai-sampai aku sempat tidak bisa berhenti membaca. Windry bisa menjaga pembacanya supaya tetap penasaran dan akan terus ingin tahu hingga buku ini habis. Meskipun akhir Memori ini bisa mudah aku tebak, tapi aku tetap lanjut membaca karena buku ini enak untuk dinikmati (sendirian, di kala hujan, eh?).

Plot
Menggunakan sudut pandang orang pertama, yakni si tokoh utama dalam keseluruhan cerita. Dari judulnya saja adalah "Memori" yang mana punya padanan kata "kenangan", merupakan sesuatu yang ada di masa lampau dan membekas baik dalam hati maupun ingatan kita. Sehingga plot yang dimainkan dalam kisah adalah plot maju dan mundur. Untung saja, Windry pintar meramu permainan plot tersebut sehingga aku tidak merasakan ada kejanggalan dalam cerita. Kisahnya berjalan mulus, bukannya lompat-lompat meski memang banyak bagian dimana tokoh utama melakukan flashback kenangannya. 

via www.quoteeveryday.com

Penokohan
Si orang pertama ini adalah Mahoni. Seluruh cerita dari awal sampai akhir dikisahkan dari sudut pandang Mahoni. Dia pulalah yang paling karakter serta penokohannya paling kuat meski ada tokoh lain. Bagiku, sosok Mahoni digambarkan dengan perlahan namun semakin lama semakin jelas siapa dia.. Dikembangkan dari kenangan-kenangan yang dideskripsikan sepanjang cerita. Namun, tokoh yang lain tidak terlalu memiliki latar belakang yang kuat. Wajar sih, sudut pandangnya saja dari orang pertama. Aku membaca seperti halnya pembaca. Aku tidak merasa emosional dengan kisah-kisahnya, aku juga tidak merasa berempati dengan apapun yang terjadi dalam cerita. Tokohnya kurang bisa mendapatkan perhatian pembaca.

Saran Shiori-ko:
Aku jadi jatuh cinta dengan Windry. Dengan pengetahuan baru yang dihadirkan kepada pembacanya. Walau memang aku tidak merasakan emosi ketika membaca buku ini, hanya sebatas penasaran dengan karakter Mahoni (yah, akhirnya mudah tertebak sih), tapi aku tetap suka. Menurutku, kalau kamu ingin mendapatkan informasi baru di luar bidangmu dan kamu tidak mau membaca buku teks, coba baca saja bukunya Windry :) 

No comments:

Post a Comment