Penulis: Dr. Riant Nugroho
Jumlah halaman: 156 halaman
Tahun terbit: 2015
Penerbit: Elex Media Komputindo
Format: paperback
Harga: Rp. 31.000 di Toko Buku Murah Online
Rating Shiori-ko: 2/5
Sinopsis:
Setiap pemerintahan mempunyai tantangan manajemen yang unik atau berbeda-beda, tetapi itu tidak berlaku untuk tantangan membangun entrepreneurship atau kewirausahaan. Kegagalan pemerintahan Indonesia lebih disebabkan kegagalan membangun para entrepreneur. Sejak era Presiden Soekarno sampai era Presiden SBY, lebih banyak tercetak para pekerja (worker) dan perantara (broker) daripada wirausahawan (entrepreneur).
Masalah pertama manajemen pemerintahan Indonesia adalah kegagalan memahami makna entrepreneur. Kedua, gagal memahami cara membangun entrepreneur. Ketiga, akhirnya gagal membentuk lingkungan (milieu) entrepreneur— baik struktur sosial maupun psikososial.
Manajemen Pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah membangun entre preneur (pelaku) dan entrepreneurship (konteks, lingkungan) untuk Indonesia. Presiden Jokowi adalah seorang entrepreneur, dan para menterinya pun banyak yang dari entrepreneur—Rini M. Soemarno, Menteri BUMN; Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan; dan Rahmat Gobel, Menteri Perdagangan; ada juga yang dari profesional bisnis andal, seperti Arief Yahya, Menteri Pariwisata; Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan; dan Rudiantara, Menkominfo. Setidaknya, menjadi keyakinan bahwa membangun entrepreneur dan entrepreneurship merupakan agenda penting mana jemen pemerintahan Presiden Jokowi.
Buku ini menjadi salah satu “jembatan keledai” yang diharapkan membantu menjawab tantangan tersebut.
Resensi Shiori-ko:
Terdorong oleh keinginan untuk lebih memahami dunia bisnis yang sedang aku kerjakan (sebagai Community Manager untuk sebuah media online yang membahas tentang menjadi pebisnis), aku coba saja membeli judul ini. Harganya pun terjangkau untuk kantongku.
Gaya Bahasa, Kosakata, dan Penyampaian
Bagiku ini adalah buku teks. Memang pada bagian pendahuluan dan prolog (ditulis oleh CEO PT. XL Axiata) cukup membuat aku berminat untuk lanjut membaca. Namun begitu masuk pada bab pertama, buku ini ternyata mencoba ingin mendudukkan permasalahn sedari wal tentang apa yang teradi dengan dunia: kemiskinan (apalagi?). Berangkat dari masalah itulah, penjelasan-penjelasannya pun semakin merambah pada kosa kata yang cukup ilmiah (di bidangnya). Gaya bahasanya formal, namun karena aku adalah orang yang konservatif mengenai tata bahasa, aku sangat terganggu dengan kesalahan penulisan (harap dimaklumi ya, sedang menjadi pejuang skripsi & harus menaati aturan penulisan ilmiah). Seperti misalnya cara mengutip. Belum lagi beberapa kata yang dibuat penting dengan mengubah penulisan dalam bentuk miring atau <i>italic</i>. Maaf, tapi jika buku ini memang ingin dibuat formal, maka aku rasa tidak ada salahnya menjadi agak ketat dengan tata bahasa, seperti halnya terbitan Kompas Gramedia.
Isi
Buku ini dibagi menjadi 7 bagian: "Dunia, Globalisasi, dan Kemiskinan", "Menuju Paradigma Baru Mengatasi Kemisikinan", "Entrepreneurship sebagai Strategi", "Mengapa Entrepreneur?", "Membangun Entrepreneur dan Entrepreneurship", dan "Kesimpulan". Buku ini tidak langsung menjelaskan ke dalam intinya. Ketika membeli buku ini aku berharap bhwa buku ini langsung menuju pada permasalahan yang ada di Indonesia, tentang bagaimana lingkungan dan ekosistem di tanah air yang kurang mendukung para pebisnis muda dan apa yang bisa dijadikan solusi. Tampaknya dugaanku meleset. Pada 2 bab pertama aku merasa buku ini agak terlepas, barulah pada bab ke-3 buku ini berjalan sesuai dengan apa yang ingin dimaksudkan oleh penulis. Semakin ke belakang, isi buku ini agak tidak membosankan.
Secara isi buku ini cukup informatif, namun aku rasa jika pembaca sudah sering membaca tentang dunia pebisnis, mungkin merasa bahwa informasi di dalamnya tidak terlalu mengejutkan. Misalnya saja hitungan statistik mengenai banyaknya pengangguran atau persentasi pebisnis di suatu negara.
menjadi pebisnis adalah menjadi yang berbeda // via www.pinterest.com |
Yang disayangkan adalah penyajian buku ini yang bagiku seperti mengumpulkan sumber lalu digabung menjadi satu melalui beberapa kata begitu saja. Pembaca akan banyak sekali menemukan bagian-bagian tercetak miring (yakni sebuah kutipan tentunya) yang bisa menjadi berparagraf-paragraf. Bayangkan saja, itu sama halnya dengan menyalin sumber lain ke dalam buku dan tidak efektif. Akan lebih baik jika penulis memparafrase apa yang telah dibaca kemudian menuliskan sebagaimana penulis memahaminya (lagi-lagi aturan penulisan ilmiah). Aku sangat tidak nyaman dengan penyajian yang seperti itu.
Buku ini juga dilengkapi dengan gambar, bukan ilustrasi. Sudah bagus karena tidak hanya berisi tulisan. Namun mengapa gambar atau foto tersebut tidak diserta deskripsi (caption) dan sumber? Sehingga jadilah foto tersebut hanya asal tempel dan pembaca awam seperti aku ini tidak paham apa kaitannya gambar dengan paragraf yang ada di sampingnya.
Saran Shiori-ko:
Sepenuhnya aku tidak merasa rugi. Ada beberapa hal baru yang aku dapatkan. Maaf sekali aku tidak bisa merekomendasikan buku ini untuk pembaca awam atau pembaca konservatif sepertiku ini. Sudah sebuah pencapaian yang bagus aku bisa menyelesaikan buku 156 halaman ini dalam waktu 3 hari (ya, membosankan layaknya sebuah buku kuliah).
No comments:
Post a Comment