Sunday, July 12, 2015

The Beginning of Everything

Penulis: Robyn Schneider
Jumlah halaman: 335 halaman
Tahun terbit: 2013
Penerbit: Katherine Tegen Books
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis:

Ezra Faulkner was supposed to be homecoming king, but that was before -- before his girlfriend cheated on him, before a car accident shattered his leg, and before he fell in love with new girl Cassidy Thorpe.


Resensi Shiori-ko:
Sudah memasukkan buku ini ke dalam rak to-read pada akun Goodreads & berhasil mendapatkannya via instagram Mecipreloved

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Jujur, aku kaget dengan diksi maupun gaya bahasa yang digunakan oleh Schneider dalam menyampaikan ceritanya. Jadi sebelumnya, aku membaca buku-buku yang ringan seperti buku karya Jenny Han atau kisah Theodore Boone dan kemudian beralih membaca buku ini karena memang tidak sabar untuk tahu seperti apa kisahnya. Ternyata, apa yang aku perkirakan meleset. Awalnya aku menduga kalau cara penyampaiannya kurang lebih sama dengan penulis genre young adult kebanyakan. Tetapi ternyata Schneider meluncurkan kisahnya dengan cara yang berbeda. 

Kalau aku boleh bilang, Schneider menuturkannya secara cerdas, baik itu kisah romantisnya, deskripsi, narasi, ataupun humornya sekalipun. Mereka semua disampaikan dengan kosa kata yang sepertinya ditujukan oleh mereka yang cerdas, atau boleh aku bilang kelompok yang tergolong nerd atau geek. Jangan heran jika pada saat pertama kali membaca satu paragraf sekilas, pembaca belum memahami sepenuhnya apa yang ada dalam teks tersebut. Membaca buku ini perlu kehati-hatian, karena tidak semua teksnya bisa dibaca sambil lalu seperti banyak novel remaja yang ringan lainnya. 

Pengaruh terhadap penyampaian yang terkesan ditujukan kepada mereka yang berotak encer rasanya ada hubungannya dengan salah satu tokoh utama dalam buku ini yang mana dideskripsikan sebagai sosok yang pintar. Memang, buku ini tidak hanya berkisah tentang satu orang saja, tapi karena The Beginning of Everything menceritakan bagaimana hubungan dua orang yang berbeda sifat, jadilah Schneider merasa bahwa ia perlu untuk menulis dengan cara penyampaian yang condong pada salah satu tokoh.

Plot
Kalau aku boleh berkomentar, alur plot dalam buku ini terasa sekali seperti sebuah kurva yang semakin lama semakin menanjak, dan ketika sudah berada di titik pusat, ia perlahan menurun. Tapi kurva tersebut tidak linear dengan pace yang ditawarkan oleh buku ini. Schneider mampu membuat pembaca merasakan setiap maju dan mundurnya alur tanpa harus merasa kelelahan untuk mencoba mengikuti apa yang sebenarnya terjadi di antara dua orang tersebut. 

The Beginning of Everything menggunakan sudur pandang orang pertama dari sisi Ezra Faulkner saja, sehingga apa yang dirasakan oleh Ezra dapat terlihat oleh pembaca. 

sumber

Penokohan
Seperti yang tertulis pada sinopsis buku ini bahwa buku The Beginning of Everything ini bercerita tentang Ezra Faulkner, si cowok yang terkenal dengan gadis baru, Cassidy Thorpe.

Ezra Faulkner merasa bahwa dirinya adalah cowok populer, kapten tim tenis sekolah dengan pacar yang cantik & tidak kalah populernya, membuat seisi sekolah menjadi iri dengan mereka berdua. Namun semua itu berubah ketika ia tahu bahwa pacarnya berselingkuh dan kemudian dirinya mengalami kecelakaan mobil yang membuat dirinya tidak bisa ikut berlatih dan bermain tenis. Ezra berpikir bahwa dirinya benar-benar hancur. Dalam buku ini sayangnya kekuatan tokoh Ezra tidak terlalu terlihat. Aku sendiri agak bingung bagaimana sosok Ezra ini memiliki kharisma. Berbeda dengan tokoh Peter Kavinsky dalam seri To All The Boys I've Loved Before karya Jenny Han. Ezra hanya seperti kebanyakan cowok populer pada umumnya: ia tampan, anak orang kaya, berkendara dengan mobil mahal. Tetapi yang lumayan bagiku ialah cara berpikir Ezra yang unik akan tokoh lawannya, Cassidy Thorpe. Ezra tidak tampak bodoh karena ia suka membaca Great Gatsby dan sering mengutip dari buku itu (aku rasa lelaki yang suka membaca sastra itu seksi).

Cassidy Thorpe awalnya sangat tidak terduga. Tiba-tiba muncul di sekolah dan bersimpangan dengan Ezra. Cassidy kebingungan mencari kelas selanjutnya dan ia bertanya pada Ezra, berharap Ezra mau membantunya, tetapi Ezra malah menolak. Bukannya marah, Cassidy malah membiarkan Ezra. Mereka akhirnya bertemu dan berkenalan secara resmi karena ternyata mereka berada pada kelas Bahasa Spanyol yang sama. Cassidy digambarkan sebagai sosok yang cantik dan memesona tidak hanya dari penampilan fisiknya yang unik, melainkan juga karena selera humor yang cerdas, yang mana hanya mereka yang paham dengan bacaan tertentu akan menangkap apa yang dijadikan bahan lelucon oleh Cassidy. Cassidy adalah tokoh yang cerdas namun misterius. Ia bisa mengatakan suatu hal bohongan dengan mimik muka yang serius, membuat lawan bicaranya percaya dengan apa yang terlontar dari mulutnya. Yang keren lagi dari Cassidy ialah bahwa ia mengutip teori panokoptik milik Foucault, yang kemudian juga dijadikan landasan dalam buku ini.

Ide Cerita
Entah aku membiarkan diriku mengalir bersama bacaan karena sedang tidak mau berpikir terlalu jauh atau memang kisah ini punya daya tarik tersendiri, tetapi sejak bagian awal, The Beginning of Everything memberikan unsur yang membuatku ingin terus membaca. Ezra yang katanya adalah cowok populer ternyata harus mengalami kejadian pahit, bertemu dan berkenalan dengan cewek baru dan unik di sekolahnya yang ternyata malah membuatnya menjadi lebih nyaman, tetapi juga penasaran dan was-was dengan apa yang sebenarnya terjadi pada masa lalu Cassidy. 

Plot yang berbentuk kurva tersebut sesungguhnya terasa sekali ketika mencapai klimaks. Permasalahan yang dihadapi oleh Ezra dan Cassidy tidak hanya sekedar masalah percintaan, tetapi juga permasalahan pribadi masing-masing. Karena digambarkan dari sudut pandang Ezra itulah, pembaca digiring untuk menjadi benar-benar penasaran dengan yang sebenarnya terjadi pada Cassidy. Dan benar saja, aku tidak menduga penyebab pertemuan mereka yang katanya, tidak disengaja itu. 

sumber

Untuk ide cerita, sebenarnya tidak ada yang baru, tetapi cara Schneider membuat pembaca mengikuti cerita dengan halus dan tenang, tanpa membuat pembaca kelelahan, aku rasa sudah bagus. Emosiku memang tidak terlalu bercampur aduk, tetapi sosok Ezra dalam buku ini memberikan gambaran bahwa tidak semua tokoh lelaki populer ialah mereka yang seperti Peter Kavinsky (lagi-lagi membandingkan dengan tokoh karya Jenny Han). Aku memuji pendekatan yang dilakukan oleh Schneider melalui tulisan Foucault, Shakespeare, Fritzgerald dan penulis-penulis sastra yang lain membuatku penasaran dengan apa yang sebenarnya ditulis di sana dan bisa membuat Shcneider menulis novel ini. Bias sih, tetapi aku suka buku yang bisa merekomendasikan pembacanya untuk membaca buku yang lain.

Saran Shiori-ko:
Ini buku bagus! Meskipun tidak banyak bertebaran kata-kata manis yang membuatmu ingin diberi kata-kata serupa oleh gebetan, tetapi kosa kata dan bahan guyonan dalam buku ini memang tidak pasaran. Aku tidak bisa bilang kalau buku ini mirip dengan tulisan John Green karena memang tulisan ini berbeda meskipun alur dan plotnya hampir serupa. Bacaan ini tidak begitu ringan namun juga tidak begitu berat. Seselesainya aku membaca buku ini, aku mengaku jatuh cinta dengan kisah Ezra dan Cassidy tetapi di sisi lain ada suatu yang berbekas karena cerita mereka berdua. Tidak heran kalau Buzzfeed sempat menyarankan untuk membaca buku ini untuk summer reading program. 

1 comment:

  1. Gue suka bukunya...
    dan gue suka tulisan review blog ini...
    Gue harap bisa menulis sebagus ini :o hoho

    ReplyDelete