Sunday, February 28, 2016

Discontent and Its Civilizations

Discontent and Its Civilizations: Dispatches from Lahore, New York, and London
Penulis: Mohsin Hamid
Jumlah halaman: 240 halaman
Penerbit: Riverhead Books
Format: paperback
Harga: Rp 216.000 di Periplus
Rating Shiori-ko: 4.5/5
Sinopsis: 

From “one of his generation’s most inventive and gifted writers” (The New York Times) , intimate and sharply observed commentary on life, art, politics, and “the war on terror.”

Mohsin Hamid’s brilliant, moving, and extraordinarily clever novels have not only made him an international bestseller, they have earned him a reputation as a “master critic of the modern global condition” (Foreign Policy). His stories are at once timeless and of-the-moment, and his themes are universal: love, language, ambition, power, corruption, religion, family, identity. Here he explores this terrain from a different angle in essays that deftly counterpoise the personal and the political, and are shot through with the same passion, imagination, and breathtaking shifts of perspective that gives his fiction its unmistakable electric charge.

A “water lily” who has called three countries on three continents his home—Pakistan, the birthplace to which he returned as a young father; the United States, where he spent his childhood and young adulthood; and Britain, where he married and became a citizen—Hamid writes about overlapping worlds with fluidity and penetrating insight. Whether he is discussing courtship rituals or pop culture, drones or the rhythms of daily life in an extended family compound, he transports us beyond the scarifying headlines of an anxious West and a volatile East, beyond stereotype and assumption, and helps to bring a dazzling diverse global culture within emotional and intellectual reach.


Resensi Shiori-ko:
Belakangan ini mood membaca kebanyakan karena butuh inspirasi. Tidak salah kalau pilihanku malah jatuh pada buku-buku non-fiksi. Aku belum pernah mengetahui siapa itu Mohsin Hamid, pun, membaca karyanya. Ketika buku ini ada di Periplus, aku tertarik dengan desain sampul dan juga sinopsis yang ada di balik bukunya. Hamdalah! Pilihanku tidak salah. Buku ini bisa aku habiskan dengan cepat karena kontennya yang memang menarik.

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Selain karena apa yang dibahas dalam buku ini menarik, bahasa yang digunakan pun juga mudah untuk diikuti. Aku merasa pilihanku benar sebab sejak membaca bagian pendahulan, Hamid sudah mampu membuatku jatuh cinta dengan konsep civilization dan globalisasi dari sudut pandangnya sebagai seorang Pakistan, plus seorang muslim. Jangan takut untuk menjadi bosan, sebab cara penuturan Hamid sangat singkat dan padat. Pembaca akan mendapatkan gaya bahasa yang lembut namun tegas seakan memberikan gambaran mengenai kepribadian Hamid. 

Buku ini berupa kumpulan esai dari Hamid yang ia kumpulkan selama perjalanan karir menulisnya. Meskipun begitu, Hamid mengumpulkannya ke dalam 3 bagian yang berbeda: Life, yang menceritakan tentang dirinya dan kontemplasi akan kehidupannya; Art, membahas mengenai perjalanan karirnya sebagai penulis dan bagaimana ia melihat seni; dan yang terakhir adalah Politics, dimana Hamid menceritakan tentang pandangannya terhadap propaganda negara-negara di dunia mengenai muslim dan orang-orang Pakistan. 

Aku akui, buku ini merupakan buku yang membuat pembaca tidak dapat berhenti membaca saking tertariknya dengan sudut pandang Hamid terhadap banyak hal, termasuk mengenai kehidupannya sendiri ketika di Lahore, Pakistan. Walau hanya 1-2 halaman saja panjangnya per esai, tapi makna yang dibawa oleh Hamid cukup membuat pembaca menjadi tersentuh dengan pesan yang dituturkannya itu.

Desain dan Tata Letak
Buku ini hanya berisi tulisan. Tidak ada ilustrasi. Tidak ada gambar yang mendukung penjelasan Hamid. Namun, tata letak atau layout per halamannya cukup menarik. Batas halaman alias margin dalam buku ini bisa dibilang yang membuat membaca buku ini menjadi cepat. Setiap bagiannya didesain dengan sebuah penanda yang minimalis. Kalau orang tidak tahu, bisa-bisa ia akan mengira kalau buku ini adalah buku kumpulan puisi ketimbang sebuah kumpulan esai. 

Isi Buku
Mengawali buku ini, Hamid memberikan penjelasan mengapa ia memutuskan untuk mengumpulkan tulisan esainya selama perjalanan karirnya ke dalam satu buku. Gara-gara halaman pendahuluan itulah, aku jatuh cinta dengan buku ini. Hamid memiliki konsep sendiri akan apa itu civilization dan globalisasi yang selama ini selalu diagung-agungkan banyak negara, termasuk di Indonesia. 

Ketika masuk pada bagian pertama, alias bagian dimana ia banyak menceritakan tentang siapa dirinya dan hasil kontemplasinya, terlihat bahwa Hamid sebenarnya adalah orang yang juga memiliki ketakutan yang sama ketika ia harus pergi dari Pakistan. Statusnya sebagai warga negara Pakistan, memiliki paspor Pakistan plus seorang muslim tidak jarang membuat ia was-was ketika harus bepergian ke negara-negara barat dimana muslim adalah minoritas. Namun, gara-gara perpindahan kondisi dimana dahulu di Pakistan ia adalah seorang mayoritas kemudian menjadi seorang minoritas membuat dirinya memiliki empati yang tinggi. 

Masuk ke bagian kedua, pembaca akan disuguhi bagaimana Hamid mendapatkan inspirasi untuk menulis. Salah satunya adalah kecintaannya akan membaca dan baginya menulis merupakan caranya untuk berkomunikasi dengan penulis favoritnya, Haruki Murakami. Tidak hanya itu. Hamid juga menemukan kalau dengan menulis fiksi, ia bisa mencoba mengkritik apa yang sedang terjadi, namun tetap menggunakan sudut pandangnya yang seorang Pakistani. Bagian Art lebih banyak mengunggah sisi keindahan dalam jiwa.

Di bagian terakir inilah yang menurutku cukup membuat pembaca mengetaui hal-al baru yang selama ini belum banyak diketahui. Seperti misalnya, bagaimana di Pakistan sendiri, mereka yang memiliki paham Islam yang berbeda bisa berkahir dibunuh. Hamid, sebagai salah seorang penganut muslim mayoritas merasa tindakan tersebut benar-benar brutal karena bagi dirinya, itu bukanlah apa yang disebut dengan Jihad.

Tulisan yang ada pada bagian Politics juga menjelaskan mengenai okupasi Amerika Serikat terhadap Afganistan yang berimbas pada dunia politik Pakistan, termasuk Taliban dan Saddam Husein Hamid meletakkan poin pembahasan yang berat di akhir buku. Taktik yang cerdas supaya pembaca bisa jatuh cinta dengan buku ini. Tidak terlewatkan juga pembahasan Hamid mengenai apakah muslim dan Pakistani adalah orang yang berbahaya.

Saran Shiori-ko:
Buku ini membuat kita yang ada di Indonesia bersyukur, setidaknya hidup di Indonesia masih relatif lebih kondusif ketimbang di Pakistan dan harus berpindah-pinda dari New York ke London. Pembaca dibukakan matanya bahwa masi ada banyak permasalahan yang lebih berat di luar sana, bahwa hidup menjadi minoritas itu selalu saja mendapatkan perlakuan yang berbeda. Hamid mencoba menggugahh empati pembaca melalui tulisan-tulisannya yang lembut namun tegas tersebut.

No comments:

Post a Comment