Friday, April 1, 2016

Burn for Burn

Jumlah halaman: 377 halaman
Penerbit: Simon & Schuster Books for Young Readers
Tahun terbit: 2013
Format: paperback
Harga: Rp 145.000 di Books & Beyond
Rating Shiori-ko: 3.5/5
Sinopsis:

BIG GIRLS DON'T CRY...THEY GET EVEN

Postcard-perfect Jar Island is home to charming tourist shops, pristine beaches, amazing oceanfront homes -- and three girls secretly plotting revenge.

KAT is sick and tired of being bullied by her former best friend.

LILLIA has always looked out for her little sister, so when she discovers that one of her guy friends has been secretly hooking up with her, she’s going to put a stop to it.

MARY is perpetually haunted by a traumatic event from years past, and the boy who’s responsible has yet to get what’s coming to him.

None of the girls can act on their revenge fantasies alone without being suspected. But together…anything is possible.

With an unlikely alliance in place, there will be no more “I wish I’d said…” or “If I could go back and do things differently...” These girls will show Jar Island that revenge is a dish best enjoyed together.

Resensi Shiori-ko:
Sempat bosan juga karena bacaanku belakangan selalu memiliki topik yang serius untuk bacaan, meskipun buku nonfiksi. Aku rindu dengan tulisan Morgan Matson (dan aku tidak sabar menanti buku terbarunya bulan Mei nanti!) dan aku rasa tulisan Jenny Han yang sebelumnya aku baca, To All The Boys I've Loved Before juga bisa bikin hangover dengan para tokohnya. Jadi, rasanya tidak salah juga dengan membaca seri Burn for Burn yang sudah sering berkeliaran di dasbor Tumblrku.

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Aku tidak mengatakan kalau buku ini memiliki tahapan bahasa yang sulit, melainkan butuh keahlian tertentu untuk bisa mengerti buku ini. Bahasa yang digunakan lebih condong untuk bahasa gaul ketimbang bahasa Inggris yang umumnya digunakan untuk percakapan sehari-hari, setidaknya orang yang belum pernah tinggal di luar negeri pun bisa mengerti. Tetapi, buku ini tampaknya memang fokus pada pembaca muda, khususnya yang sesuai dengan target pasar mereka, remaja SMA. Aku rasa, tidak semua pembacanya akan benar paham dengan apa yang dikatakan oleh para tokohnya. Minimal, pembaca harus familiar dengan penggunaan bahasa gaul di luar sana.

 

Serunya lagi, buku ini tidak memuat konten yang berbau vulgar ataupun yang berbau kekerasan. Penyampaiannya pun tidak terlalu lambat. Malah mendetil, seakan mengajak pembaca untuk mengetahui apa yang sebenarnya menjadi luka batin dari para tokoh tersebut. 

Plot
Bagian plot inilah yang memegang peran dalam penyampaian cerita. Plotnya berjalan maju dan mundur. Seperti yang sudah aku sebutkan pada paragraf sebelumnya, pembaca secara perlahan memahami apa yang terjadi diantara para tokoh, mengapa mereka hingga memendam rasa dendam. Ada 3 orang yang menjadi narator dan semuanya menggunakan sudut pandang orang pertama. Pembaca diajak melihat dari sisi si tokoh, tetapi juga dari sisi sebaliknya. Peletakan konflik sebenarnya ada di setiap bagian, namun pada awal hingga tengah-tengah, tidak terlalu rasanya ada sesuatu yang menegangkan. Barulah pada bagian terakhir, klimaks pun terasa.

Penokohan
Ada 3 tokoh utama dan beberapa tokoh sampingan yang juga tidak kalah penting sebenarnya. Tiga tokoh utama tersebut memegang peran sebagai narator, alias berkisah dari sudut pandang mereka.

Lillia adalah gadis yang memang terlahir cantik, dan dari keluarga yang kaya raya. Seringkali dirinya merasa bak seorang putri sehingga menuntut untuk diperlakukan berbeda. Dia berada di tim pemandu sorak dengan sahabatnya Rennie dan adiknya, Nadia. Lilia merupakan sosok dimana setiap orang iri padanya. Dia punya segalanya. Kemanapun dia pergi, dia selalu menjadi pusat perhatian.



Katherine atau lebih akrab disapa dengan Kat saja juga merupakan sahabat dekat Lillia, dan Rennie. Kat bukanlah tim pemandu sorak tetapi ia sempat memiliki hubungan yang dekat dengan lingkaran anak paling top di Jar High. Hidup Kat tampak tenang-tenang saja sebelum liburan musim panas usai. Tetapi, ada yang membuat Kat terusik, merasa tidak nyaman dengan pertemannya dengan para anak top selama ini.

Mary bukanlah siapa-siapa ketika pindah ke sekolah tersebut. Tidak ada satupun orang yang ia kenal, kecuali seseorang yang pernah memberikan luka batin. Mary menghabiskan masa studinya di pulau utama dan baru kembali sekolah di Jar Island karena beberapa alasan. Hingga suatu hal yang memicu Mary, Kat, dan Lilia berbagi cerita tentang masalah mereka, disitulah aksi mereka direncanakan.

Isi Buku
Banyak resensi baik langsung dan tak langsung berkata kalau buku ini sebenarnya biasa saja. Buku ini hanya mengandalkan nama besar Jenny Han dan Siobhan Vivian plus desain kavernya yang cantik. Kalau dari segi penyampaian, kosa kata, gaya bahasa dan plot, sebenarnya tidak ada yang perlu dikritik. Cara para penulis untuk membangun karakter setiap tokoh begitu mulus dan mudah dicerna. Pembaca diajak bermain alur waktu, kapan berada di saat ini dan kapan pembaca diajak memahami para tokoh dari kisah masa lalunya. Pembaca jadi mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan ketiga tokoh tersebut.

Yang menjadikan buku ini hanya aku beri 3,5 bintang dari 5 adalah sentuhan yang terlalu drama. Pembaca di Indonesia pasti familar sekali dengan penokohan yang terdiri dari pemandu sorak, tim rugby, dan siswi yang ditindas. Ya, buku ini mengangkat topik itu menjadi plot utama cerita. Membosankan sih tidak, karena para penulisnya pandai membuat pembaca ingin membaca apa yang terjadi selanjutnya. Letak plot twist atau sesuatu yang tidak terduga juga tidak begitu buruk (meskipun aku sudah dapat menebaknya). Dan aku rasa, para penulis juga pandai menutup buku ini dengan sesuatu yang mendorong pembacanya untuk membaca kelanjutannya.


Ya, buku ini terlalu kental sentuhan dramanya. Mirip sekali dengan bagaimana ftv yang ada di Indonesia. Seakan-akan semuanya berlebihan dan yang ditindas itulah yang selalu kalah dan ya...pembaca bisa menebaknya, kan? Aku merasa topik dan isu yang diangkat oleh Jenny Han dan Siobhan Vivian terlalu biasa.

Saran Shiori-ko:
Secara keseluruhan, buku ini biasa saja. Tidak begitu memukau apalagi meninggalkan perasaan hangover. Malah terlalu drama.

pictures credit

3 comments: