Wednesday, April 13, 2016

Mencari Sila Kelima

Mencari Sila Kelima: Sebuah Surat Cinta untuk Indonesia
Penulis: Audrey Yu Jia Hui
Jumlah halaman: 192 halaman
Tahun terbit: 2015
Penerbit: Bentang Pustaka
Format: paperback
Rating Shiori-ko: 3/5
Sinopsis:

Sejak berusia enam tahun, ada begitu banyak pertanyaan yang tumpang-tindih di kepalaku. 

Mengapa orang-orang kerap bersikap manis kepada mereka yang dianggap berkedudukan dan kaya, tapi bersikap dingin kepada mereka yang berpakaian lusuh dan tak punya apa-apa? Mengapa banyak pemuka agama yang menyebarkan kebencian kepada golongan yang berbeda, padahal mereka pula yang menyuarakan bahwa agama adalah perwujudan kasih kepada sesama? Mengapa manusia suka sekali mengotakkan sesamanya ke dalam label tertentu: si Hitam, si Putih, si Miskin, si Kaya, si Pandai, si Bodoh, si Jawa, atau si Tionghoa?

Gelembung-gelembung pertanyaan itu terus mengimpitku. Ketidakadilan yang kurasakan rupanya dianggap sebagai sebuah kewajaran. Aku tak mau menjadi anak yang digadang-gadang sebagai bintang tapi pendidikannya justru menjauhkannya dari kebenaran.

Dan kini, kucari makna pada sila kelima Pancasila: di manakah keadilan yang dijanjikan kepada seluruh rakyat Indonesia?


Resensi Shiori-ko:
Jadi ceritanya aku kehabisan bahan bacaan dan tidak sempat mampir ke toko buku terdekat dari kantor. Kebetulan, di kantor juga ada banyak buku dan aku melihat judul ini di salah satu raknya. Membaca premis yang ada di sampul belakang, aku tertarik mencari tahu lebih banyak lagi.

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Mungkin, di poin inilah aku merasa kurang nyaman ketika membaca buku ini. Penulis menggunakan sudut pandang orang pertama, yakni dirinya sendiri, untuk menyampaikan perasaan cintanya akan Indonesia Memang, buku semacam ini belum terlalu umum menjadi sebuah bacan bagi pembaca muda. Apabila dibandingkan dengan bagaimana Pandji mengemas penyampaian nasionalismenya menjadi sebuah bacaan menarik, aku rasa buku ini masih belum bisa berada pada titik dimana pembaca akan nyaman dan mau membaca hingga selesai. 

Sebenarnya untuk masalah kosa kata, aku tidak menemukan kata-kata yang sulit yang bisa membuat bingung pembacanya. Meskipun memang dalam buku ini penulis menyisipkan pepatah dalam bahasa Mandarin, tetapi selalu dilengkapi dengan terjemahannya. Tidak banyak memang, tetapi menjadi landasan penulis untuk mengembangkan apa pendapatnya. 

Yang menjadi salah satu penyebab aku hanya memberikan 3 bintang untuk buku ini ya dari segi penyampaian. Kosa katanya ada beberapa yang terkesan berlebihan untuk mengungkapkan perasaan cinta pada negara. Maka dari itu, aku mengatakan kalau buku ini aneh.

Desain dan Tata Letak
Tidak ada yang istimewa dari aspek desain dan tata letak buku ini. Semuanya dibuat standar. Tidak ada halaman yang berwarna dan sedikit sekali ilustrasi. Itu pun juga digunakan sebatas unutk penanda bab yang berbeda. Selebihnya, tidak ada yang menarik.

Isi Buku
Poin inilah yang cukup membuatku berpikir tentang apa yang dijadikan surat cinta oleh penulis. Sebelumnya penulis menceritakan bahwa dirinya diberi hadiah berupa tingkat kecerdasan yang melesat dan berkembang lebih cepat ketimbang teman-teman sebayanya. Hal tersebut bagi orang awan disebut sebagai suatu keberuntungan dimana masa depannya pasti akan cerah. Tetapi Audrey, sang penulis, tidak berpikir demikian. Dirinya menemukan bahwa ada perbedaan pola pikir dan pemahaman antara dirinya dengan orang sekitar. Terlebih lagi yang berhubungan dengan rasa cinta tanah air.

Audrey diceritakan pernah menempuh pendidikan di Indonesia dan juga di luar negeri. Kini, ia memilih bekerja di Tiongkok. Semua itu diberikannya penjelasan dalam buku tersebut. Hal yang membuatku berpikir adalah mengenai pendidikan. Audrey menyinggung bagaimana pendidikan yang ia terima dan yang ia lihat dari lingkungan sekitarnya bisa menyebabkan seseorang tidak memiliki rasa cinta terhadap tanah airnya. Audrey mempertanyakan bagaimana bisa pendidikan setingkat sekolah dasar (atau bahkan lebih dini dari itu) sudah membuat siswanya menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai bahasa percakapan utama ketimbang bahasa Indonesia. Padahal pemahaman bahasa Indonesia yang baik juga akan membantu para generasi muda untuk mengerti keadaan negaranya. 

Selain itu, sesuai dengan judul dari buku ini, Audrey juga mempertanyakan kemanakah sila kelima yang masuk dalam dasar negara kita. Audrey adalah keturunan Tionghoa tetapi ia merasa Indonesia, bukan merasa sebagai orang Tionghoa. Namun lingkunagnnya berkata lain. Ia dan keluarganya kerap kali dibedakan apapun: perlakuan, penggunaan kata-kata dan banyak hal lainnya. Audrey mempertanyakan kemanakah bentuk keadilan tersebut. Itu juga menjadi pertanyaan bagiku: mengapa orang masihh saja rasis, padahal darah mereka tetap orang Indonesia, bukan?

Pemikiran-pemikiran Audrey yang saat itu dianggap oleh lingkungan sekitarnya sebagai pemikiran yang aneh, membuatnya merasa memiliki jarak yang cukup jauh dengan kebanyakan orang di sekitarnya. Karena itulah, Audrey sering merasa tidak memiliki teman. Sekalinya Audrey menemukan teman diskusi yang nyambung dan cocok dengannya, lingkungannya kembali berspekulasi dimana hal ini juga membuatnya tidak nyaman. I feel you Audrey. Well, itulahh risikonya jika ingin menjadi agen perubahan: risiko untuk dikucilkan karena tidak memiliki pemikiran yang sama dengan kebanyakan orang.

Saran Shiori-ko:
Boleh sekali jika kamu memutuskan untuk membaca nuku ini. da banyak hal yang bisa dijadikan bahhan perenungan untuk mempertanyakan rasa nasionalsime kita. Audrey mengajak kita memikirkan ulang, apa itu arti dan makna dari sila kelima Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. 

No comments:

Post a Comment