Penulis: Ayu Utami
Jumlah halaman: 220 halaman
Tahun terbit: 2013 (pertama kali diterbitkan tahun 1998)
Format: paperback
Rating Shiori-ko: 3/5
Sinopsis:
Empat perempuan bersahabat sejak kecil. Shakuntala si pemberontak. Cok si binal. Yasmin si "jaim". Dan Laila, si lugu yang sedang bimbang untuk menyerahkan keperawanannya pada lelaki beristri.
Tapi diam-diam dua di antara sahabat itu menyimpan rasa kagum pada seorang pemuda dari masa silam: Saman, seorang aktivis yang menjadi buron dalam masa rezim militer Orde Baru. Kepada Yasmi, atau Lailakah, Saman akhirnya jatuh cinta?
Sejak terbit bersamaan dengan Reformasi, Saman tetap diminati dan telah diterjemahkan ke delapan bahasa asing. Novel ini mendapat penghargaan dari dalam dan luar negeri karena mendobrak tabu dan memperluas cakrawala sastra.
Karya klasik yang wajib dibaca.
Resensi Shiori-ko:
Sebelumnya aku hanya pernah membaca buku Ayu Utami dari rekomendasi ibu, Doa & Arwah dan kemudian buku duet Ayu Utami dengan suaminya, Erik Prasetya yang berjudul Estetika Banal & Spiritualisme Kritis. Kesan yang aku dapat setelah membaca kedua buku tersebut ialah bahwa tulisan Ayu tidak serumit yang aku bayangkan. Barangkali tulisan Ayu merupakan tulisan sastra yang ringan setelah karya Ahmad Tohari.
Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Terasa sangat Ayu. Permainan diksinya tidak rumit, namun juga berarti kalau kosa katanya adalah kosa kata yang picisan. Untuk mereka yang baru saja memberanikan diri untuk membaca sebuah karya sastra Indonesia, tulisan pertama Ayu Utami bukanlah pilihan yang salah. Baik dari segi gaya bahasa dan kosa kata tidak ada yang bermaksud menyulitkan pembaca. Tetapi harap tahu, Ayu Utami dalam bukunya ini juga menggunakan kiasan-kiasan yang bermakna vulgar dan kekerasan. Jangan kaget.
Bagaimana dengan penyampaian? Jujur saja, bagiku menghabiskan hanya 220 halaman hingga 3 hari itu terlalu lama. Cara penyampaiannya cenderung datar dan beberapa bagian suka membuat bingung pembaca. Pemisahan bagiannya pun tampaknya juga terlalu panjang. Di satu sisi memang bagus, menjaga rasa penasaran pembaca tapi di sisi lain, membuat pembaca menjadi jengah dengan apa yang diceritakan oleh Ayu.
Plot
Ini juga salah satu yang bisa membuat bingung pembaca pemula. Terutama mereka yang masih baru pertama kali membaca sastra. Alur plotnya maju mundur dan itu cukup dipermudah dengan penanda waktu pada setiap bagian yang lompat dari masa ke masa. Malah itu yang menjadi ciri khas dari tulisan dalam buku ini: permainan waktu yang maju mundur. Selain itu, penggunaan sudut pandang orang ketiga dan orang pertama yang bisa berganti setiap bagiannya. Kalau pembaca kurang perhatian atau tidak begitu berminat dengan Saman, aku rasa mereka malah bingung, bagian siapakah yang tengah bercerita itu.
Penokohan
Walau diceritakan ada 4 orang wanita yang saling bersahabat dan 2 orang lelaki di dalamnya, tetapi Saman ini berfokus pada 3 orang wanita dan 1 orang pria saja.
Laila diceritakan lebih dulu pada bagian awal. Ia adalah jurnalis. Ia yang berkenalan dengan Sihar, seorang yang bekerja pada Texcoil. Pertemuan yang diawali oleh kecelakaan di rig lepas pantai itu malah membawa Laila pada hubungan yang terlarang, meskipun ia berusaha tetap menjaga dirinya. Ia selalu menggunakan alasan bahwa dirinya punya orangtua sebagai tameng jika Sihar mau macam-macam. Laila digambarkan sebagai wanita yang sekalinya punya keinginan, ia harus mendapatkannya. Tetapi sayangnya, kadang ia bertingkah gegabah. Membuat temannya, Shakuntala menjadi sebal dan gemas.
Shakuntala adalah karib Laila. Mereka sudah berkenalan sejak di bangku SD dan semakin lama semakin dekat. Shakuntala memiliki dendam dengan orang terdekatnya. Shakuntala dipanggil "sundal" oleh orang-orang terdekatnya. Tetapi itu tidak membuat Shakuntala menyerah pada keadaan. Dia malah bisa survive karenanya. Shakuntala dalam Saman digambarkan sebagai wanita yang kuat dan penyayang. Ia sayang dengan Laila dan takut Laila akan disakiti oleh pria-pria yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya itu.
Sihar tidak banyak diperbincangkan. Sama dengan Laila, Sihar diperkenalkan pada saat bagian awal dari novel ini saja. Sihar digambarkan memiliki fisik berkulit cokelat yang memperlihatkan pengalamnnya bekerja di rig pantai lepas Texcoil. Tidak salah jika Laila kemudian bisa jatuh cinta dengannya. Sayangnya, Sihar sudah beristri.
Ada Saman, yang menjadi judul dari novel perdana Ayu Utama. Saman memiliki masa lalu yang membuatnya harus berganti nama hingga pindah ke Amerika Serikat karena kekacauan yang terjadi di Medan. Niat baik ternyata tidak selamanya disambut baik, karena pasti ada saja pihak lain yang senang membuat hati seseorang terluka. Saman pernah disakiti hatinya, Saman juga sudah berulang kali merasakan kehilangan. Tetapi hal tersebut malah membuat Saman menjadi kuat. Dibantu oleh Yasmin dan Cok, Saman kembali lagi pada masa lalunya.
Yasmin tidak banyak mendapat porsi dalam buku ini. Yasmin hanya muncul di bagian terakhir saja, Sekiranya keberadaan Yasmin mejawab kemanakah hati Saman berlabuh. Berbeda dengan Laila dan Shakuntala yang diceritakan terlebih dahulu latar belakangnya, Yasmin malah datang tiba-tiba dalam bagan cerita ini. Atau jangan-jangan memang sengaja disajikan di akhir supaya pembaca menjadi penasaran dengan kehidupan Yasmin?
Isi Buku
Perlu diingat dan diktehui oleh para pembaca kalau Ayu Utami menamai jenis novelnya sebagai Spiritualisme Kritis. Maka janga heran jika dalam tulisannya selalu ada hal-hal mistis. Dan wajar saja jika pembaca merasa bingung kenapa ada hal-hal mistis di tengah penceritaan.
Bagian pertama dari buku menceritakan tentang bagaimana Laila bisa bertemu dengan Sihar hingga kelanjutan hubungan Sihar dengan Laila. Karena menemui sebuah kasus, Laila berminat untuk membantunya dan mengenalkannya dengan Saman. Baru dari situlah, kisah Saman masuk. Ayu memperkenalkan Saman sejak awal mula. Sejak bagaimana ia datang ke dunia hingga tengah-tengah cerita terhenti begitu saja dan berlanjut pada kisah Shakuntala. Lagi-lagi Ayu mengajak pembaca untuk berkenalan dengan Shakkuntala, orang yang menolong Laila selama di Amerika.
Tidak secara tiba-tiba juga, tetapi terjadi pergeseran lini waktu menuju apa yang dialami Saman saat ini. Dan kemunculan Yasmin serta Cok, meski tidak diperkenalkan seperti 2 tokoh yang lainnya.
Akhir dari buku ini kalau bagiku, tidak terlalu mengesankan apa-apa. Aku tidak merasa buku ini bagus-bagus amat, dan juga tidak merasa buku ini sebagai sebuah buku yang membosankan. Maka dari itu, aku sendiri bingung ketika meresensi buku ini.
Sekali lagi aku perlu ingatkan, konten vulgar bertebaran dimana-mana. Dan bagi mereka yang tahu bahwa Ayu Utami adalah salah satu tokoh feminis, mungkin sudah bisa melihat kalau Ayu mulai memperkalkan konsep feminisnya dalam buku ini.
Saran Shiori-ko:
Untuk sebuah buku sastra, buku ini cukup mudah dicerna. Ayu bukanlah realis, melainkan mencoba untuk menjadi kritis terhadap sesuatu yang berbau religius maupun spiritual.
No comments:
Post a Comment