Sunday, June 19, 2016

Grey & Jingga

Grey & Jingga: The Twilight
Penulis & Ilustrator: Sweta Kartika
Jumlah halaman: 200 halaman
Tahun terbit: 2014
Penerbit: m&c
Format: paperback
Rating Shiori-ko: 5/5
Sinopsis:

Jika cinta itu mudah terucap, maka takkan ada kisah cinta yang berliku. Grey dan Jingga adalah bukti bahwa cinta adalah rasa yang sulit tersamar.

Resensi Shiori-ko:
Menunggu seseorang di toko buku itu adalah suatu hal yang menyenangkan. Ada banyak pilihan bacaan yang bisa kita gunakan untuk membunuh waktu. Aku memilih komik ini sebagai senjatanya. Sebenarnya, aku sudah tahu tentang cerita ini sejak tahun lalu, ditambah nama ilustratornya yang juga melesat berkat komik Nusantaranger itu. Awalnya aku skeptis, aku kira ceritanya akan biasa saja. Eh tidak tahunya aku malah suka.

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Meskipun format bacaan ini adalah berupa komik, tetapi bagiku tidak ada salahnya kalau aku menulis resensi ini seperti aku menulis resensi buku yang lainnya. Well, mari kita coba bahas dari segi gaya bahasanya terlebih dahulu.

Bagi orang yang terbiasa membaca komik terjemahan dari Jepang, para tokohnya pasti menggunakan kata ganti "aku" dan "kamu". Berbeda dengan Grey & Jingga ini. Penulis sekaligus ilustratornya menggunakan kata ganti "gue"dan "elo". Mungkin, supaya bisa lebih akrab bagi pembaca sekaligus membuat pembaca merasa kalau komik ini adalah komik dari Indonesia. 

Untuk masalah kosa kata, tidak ada yang sulit atau perlu tingkat kecerdasan tertentu untuk bisa memahaminya. Sweta Kartika menuliskannya dengan sangat ringan, yang bahkan pembaca tidak perlu berpikir untuk mengerti apa yang sedang diperbincangkan oleh para tokohnya. Tidak ada makna tersirat di balik percakapan setiap tokohnya. Maka dari itu, jika dibilang dari segi penyampaian, komik ini ringan sekali untuk dipahami.

Plot
Plotnya sebagian besar menggunakan plot maju. Mengkisahkan dari awal bagaimana tiba-tiba Grey dan Jingga bisa saling bertemu. Tetapi ada juga plot yang mundur sejenak ketika cerita sudah mencapai tahap konflik. Pembaca awalnya diberikan rasa penasaran hingga pada satu momen tertentu, pembaca diberi tahu apa yang sebenarnya terjadi antara tokoh tersebut. Konfliknya sebenarnya ringan dan sangat dekat dengan kehidupan kita, tetapi dihadirkan secara berturut-turut, cukup membuar pembaca menjadi gemas.

Artwork
Salah satu pertimbanganku ketika membaca komik adalah masalah artwork. Hal tersebut mempengaruhiku untuk tetap melanjutkan membaca atau give up di tengah jalan jika mataku tidak nyaman dengan artwork tersebut. Karena aku sebelumnya membaca Nusantaranger, aku merasa cukup familiar dengan character design yang ada dalam komik ini. Tipe artwork dari Sweta Kartika di Grey & Jingga kurang lebih masih khas seperti yang ia gambarkan pada Nusantaranger. Aku menikmati bagaimana para tokoh tersebut digambarkan. Seperti misalnya tokoh Grey yang ganteng tetapi gayanya agak berantakan, atau tokoh Martin yang ganteng namun parlente. Sweta Kartika dapat memvisualisasikan hal tersebut dengan baik.

Penokohan
Ada beberapa tokoh yang bisa dikatakan cukup penting juga dalam cerita Grey & Jingga, tentu selain kedua tokoh utama tersebut. Mereka memiliki peran yang bisa membuat cerita menjadi penuh konflik tetapi juga lucu.

sumber


Grey adalah mahasiswa seni musik dengan konsentrasi alat musik gitar. Grey memang tampan tetapi dandanannya berantakan. Grey orangnya berusaha untuk terlihat santai namun sebenarnya dalam pikirannya penuh sesuatu dan kata-kata yang begitu ingin ia ucapkan baik itu kepada Jingga ataupun kepada Nina.

Sedangkan Jingga adalah mahasiswi Sastra Indonesia. Awalnya, Jingga merasa risih dengan Grey karena Grey sempat melihat terus ke arahnya beberapa kali. Ternyata, Grey & Jingga dulunya pernah berteman dan hal tersebut yang membuat mereka akhirnya dekat, meskipun penuh dengan ledekan-ledekan. Jingga dicap sebagai Ratu Ketus karena selalu membalas ucapan Grey dan teman-temannya dengan singkat, padat, dan jelas. Namun, hal tersebut dilakukan karena ia menyembunyikan sesuatu.

Teman baik Jingga, ada Zahra. Zahra dalam komik ini digambarkan sebagai seorang ukhti yang baik hati dan selalu ada untuk Jingga. Zahra tidak jarang menggoda Jingga dengan berbagai macam obrolan yang ada hubungannya dengan Grey. Ketika Jingga & Grey dilanda konflik, Zahra pulalah yang membantu mereka untuk bisa kembali.

Ada pula yang bernama Martin. Dia tampan, kaya, cerdas, aktif dalam kegiatan basket. Ia naksir dengan Jingga dan mencoba bagaimana caranya dia bisa berkenalan dengan gadis lucu tersebut. Banyak sekali cara yang dilakukan oleh Martin supaya Jingga mau diajak kencan dengannya. Dan dari situlah, mulai muncul beragam konflik. 

Terakhir, yang membuat konflik semakin meruncing adalah kehadiran Nina. Ia hadir di tengah konflik antara Grey, Jingga, dan Martin membuat keadaan semakin keruh. Nina juga mencoba dan tetap berusaha (keukeuh) supaya Grey mau menoleh kepadanya. 

Isi Buku
Kalau dilihat ratingnya di Goodreads, aku rasa hanya sangat sedikit orang yang memberikan bintang 5 untuk buku ini, termasuk aku salah satunya. Jujur saja, aku sangat menikmati bagaimana ceritanya mengalir. Tetapi yang lebih hebat dari itu adalah karena efek butterfly on my stomach yang diberikan buku tersebut padaku ketika aku membacanya. Lucu sekali rasanya membaca mengenai bagaimana kisah seseorang jatuh cinta dan ingin mendapatkan orang tersebut walau cobaan dan halang rintangnya banyak sekali.

Tidak hanya itu, Sweta Kartika membuat cerita ini menjadi lebih enak untuk dibaca karena menggunakan satu halaman untuk menceritakan satu momen. Tidak seperti komik Jepang yang biasanya aku baca. Di bawah setiap halaman, selalu ada kutipan-kutipan mengenai cinta, jatuh cinta, rasa cemburu, dan hal-hal yang menyangkut itu semua. Ada bagian yang membuat aku tertawa-tawa sendiri, aku juga yang membuat mengangguk-anggukan kepala karena apa yang tertulis disitu benar adanya. 

Secara keseluruhan aku menikmati bagaimana kisah Grey & Jingga dituliskan. Mungkin salah satu alasannya mengapa aku memberikan 5 bintang adalah karena memang mood-ku adalah untuk membaca kisah-kisah manis seperti itu, dan buku ini sukses menyampaikan emosi tersebut.

Saran Shiori-ko:
Aku lupa berapa rupiah harga aslinya buku ini, tetapi bagiku buku ini cukup terjangkau jika dibandingkan dengan emosi manis yang dikemas menarik. Tidak rugi kok. Aku saja merasa kalau seharusnya aku membeli buku ini.

No comments:

Post a Comment