Thursday, November 10, 2016

Holy Mother

Penulis: Akiyoshi Rikako
Jumlah halaman: 284 halaman
Tahun terbit: 2016
Penerbit: Haru
Format: paperback
Harga: Rp69.000 di Gramedia
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis:

Terjadi pembunuhan mengerikan terhadap seorang anak laki-laki di kota tempat Honami tinggal. Korban bahkan diperkosa setelah dibunuh.

Berita itu membuat Honami mengkhawatirkan keselamatan putri satu-satunya yang dia miliki. Pihak kepolisian bahkan tidak bisa dia percayai.

Apa yang akan dia lakukan untuk melindungi putri tunggalnya itu?





Resensi Shiori-ko:
Isu-isu mengenai betapa bagusnya buku ini akhirnya membuatku menyerah. Penasaran. Ingin membuktikan serapi apa tulisan dari Akiyoshi Rikako yang katanya tanpa celah. Yang katanya hampir menyamai kerapian tulisan Gilian Flynn dalam buku Gone Girl-nya. Plot twist-nya begitu menipu. Banyak pembaca yang merasa tidak menyangka dengan bagaimana buku ini ditutup. Mengungkap semua misterinya.

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Terjemahannya rapi. Dan yang aku suka adalah selalu ada penjelasan berupa catatan kaki untuk kosa kata yang tidak bisa diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia. Lumayan. Pembaca jadi mengenal kosa kata baru. Namun ada juga beberapa kosa kata yang sangat berbau medis. Hal tersebut dikarenakan adanya penceritaan (yang sering) mengenai terapi-terapi dalam kesehatan. 

Kalau soal gaya bahasa, sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Akiyoshi Rikako dapat menceritakannya dalam tulisan yang sangat lugas. Tanpa bertele-tele. Dan tidak terkesan untuk mengulur waktu. Meskipun begitu, tulisan dalam buku ini juga tidak membuat pembaca menjadi kelelahan untuk mengikuti seperti apa kejadian yang sebenarnya. Tidak pula menjadi terlalu lambat. Malah, Akiyoshi Rikako membiarkan pembaca menjadi penasaran dan berujung ingin segera menyelesaikan bukunya. Tidak ada rasa terpaksa karena semua itu didorong oleh rasa penasaran pembaca.

Plot
Tidak ada penunjuk waktu. Pun, penulis juga tidak memberikan keterangan waktu selain cuma pagi, siang, sore, dan malam. Hal tersebut memungkinkan penulis untuk membeberkan jalan cerita berdasarkan timeline yang dirancang untuk membuat pembaca kaget secara perlahan-lahan. Seperti biasa, permainan plot yang maju dan mundur dibuat untuk membentuk rasa tegang sekaligus penasaran. 

Buku ini diceritakan dari sudut pandang orang ketiga. Konflik dimunculkan dari awal. Pembaca sudah tahu apa yang terjadi dengan para tokoh.

Penokohan
Tokohnya sebenarnya berpusat kepada dua orang saja. Yakni Honami, seorang ibu berusia 46 tahun dan Makoto, seorang gadis SMA yang masih duduk di kelas 2. Mereka berdua tinggal di sebuah kota yang bernama Aiide. Kota yang damai. Sebelum ada peristiwa mengerikan tersebut.

Baik Honami dan Makoto memiliki cerita masing-masing. Mereka berdua adalah orang tokoh yang punya alasan untuk ketakutan sekaligus bisa menjadi pelaku dari kejahatan tersebut. Honami sebelumnya memiliki permasalahan dalam hubungan keluarganya. Sedangkan Makoto, tampaknya adalah gadis yang baik-baik saja dengan nilai sekolah yang tidak pernah turun padahal memiliki jadwal kerja paruh waktu dan berlatih kendo. Honami dan Makoto, keduanya dalam cerita tidak pernah terlihat bersinggungan.

Cerita ini juga dilengkapi dengan tokoh polisi, tentu saja. Dan kedua tokoh polisi tersebut tidak hanya sekedar pelengkap cerita. Melainkan menjadi penyeimbang. Menjadikan buku ini lebih riil (walaupun tetap saja, ini adalah buku fiksi). Dua polisi tersebut adalah Tanizaki dan Sakaguchi. Sepasang polisi yang berbeda usia dan jenis kelamin. Walaupun begitu, percakapan dua polisi ini juga menarik untuk diikuti. Setidaknya dari sudut pandang Tanizaki sebagai seorang perempuan.

Isi Buku
Menceritakan tentang isi buku sangat berisiko untuk membeberkan apa yang sebenarnya terjadi. Dari plot sudah dijelaskan bahwa penulis memanfaatkan permainan waktu. Sengaja dibuat maju mundur.

Yang membuat aku suka dengan buku ini adalah bagaimana penulis membekali setiap tokoh utama dengan background story yang kuat. Membiarkan pembacanya merasa simpati dan seakan memiliki ikatan dengan tokohnya tersebut. Dengan begitu, penulis akan lebih mudah mengecoh pembaca dan memberikan kejutan pada bab terakhir. Background story tersebut juga kuat. Memperkecil celah plot hole

Mungkin yang agak membingungkan adalah ketika mengikuti percakapan masing-masing tokoh. Berusaha untuk memahami siapa yang sedang berkomentar. Apalagi jika sudah berada di halaman-halaman terakhir. Ketika buku ini sudah mulai menceritakan siapa pelaku dari kejahatan tersebut. Apa kaitannya dengan Honami. Apa kaitannya dengan Makoto. Semuanya dijelaskan secara terperinci dan mendetil.

Oh iya. Penulis juga sengaja membeberkan satu demi satu kejutan sejak awal bab. Membukanya dengan menciptakan prasangka tentang siapa Homani dan Makoto sehingga lebih mudah bagi penulis untuk menggiring pembacanya mempercayai satu orang saja. 

Secara keseluruhan, buku ini malah mengingatkanku pada tulisan Gilian Flynn yang berjudul Sharp Object. Bagaimana pembunuhan dilakukan secara sistematis hingga siapa pelaku yang sebenarnya kurang lebih mirip dengan tulisan Flynn yang satu itu. Kalau dibandingkan dengan Higashino Keigo, aku rasa agak berbeda. Keigo-san dan Rikako-san memiliki gaya penceritaan masing-masing.

Saran Shiori-ko:
Coba saja. Aku rasa tidak ada ruginya untuk mencoba membaca tulisan-tulisan dari novelis Jepang. 

2 comments: