Saturday, December 30, 2017

Shiori-ko's Year in Book - 2017 Goodreads Journey



It's really counting down to 2018!
Bagaimana rasanya mengarungi tahun 2017? Apakah sudah ada kemajuan dalam membaca buku? Apakah Goodreads Reading Challenge atau tantangan baca lainnya bisa ditaklukan dengan mulus dan lancar?

Well, terbantu dengan adanya fitur My Year in Books yang ada pada Goodreads, rasanya Shiori-ko ingin berbagi kisah atas naik turunnya usaha untuk dapat melunasi hutang tantangan membaca di tahun 2017.



Mari dimulai dengan pencapaian selama 2017. Dibanding tahun-tahun sebelumnya, aku hanya berhasil membaca 65 buku dari target semula 100 buku. Di tahun 2016, aku masih sanggup membaca sekitar 103 buku dari target 70 buku. Bisa dibilang mengalami penurunan, mengapa?

Rasanya klise kalau dijawab: aku cukup sibuk di tahun 2017. Selain sibuk, aku juga agak sulit menemukan mood untuk membaca. Suasana membaca yang mendukung sangatlah mempengaruhi kecepatan membaca. Apalagi untuk buku-buku fiksi yang memang sedari awal sudah diniati untuk dibaca. Biasanya, aku akan tiba di kantor lebih pagi sehingga memiliki waktu untuk membaca dan meluangkan waktu di sela mengerjakan tugas kantor untuk membaca. Begitu pula ketika jam kantor usai. Aku pun biasanya masih sempat untuk membaca buku di kamar. Tapi kali ini, rasanya langsung terlelap ketika sudah bertemu bantal. 

Minimal, aku berhasil membaca beberapa buku di tahun 2017 dan tidak menyesali sudah bertemu buku-buku menarik!


DI tahun 2017, ada buku The Book with No Pictures karya B.J Novak yang ternyata merupakan buku terpendek yang pernah aku baca. The Book with No Pictures pertama kali aku kenal dari bara Tumblogger. Mereka yang memiliki akun membahas soal dunia buku, pernah satu momen hanya membahas betapa buku tersebut menarik. Aku bahkan juga sempat menonton salah satu video yang membahas soal buku ini. 

Sedangkan untuk buku terpanjang (atau halamannya paling tebal) yang sudah aku baca ada buku Disruption: Menghadapi Lawan-Lawan tak Kelihatan di Peradaban Uber. Tebalnya 521 halaman dan mengapa aku bisa sanggup baca? Well, karena aku merupakan mentee dari penulisnya. Aku ikut memiliki andil dalam terbitnya buku tersebut. Tidak percaya? Coba buka saja halaman ucapan terima kasih! Kamu akan menemukan nama dan fotoku di sana :)

Berbicara tentang kepopulera, di tahun 2017, menurut Goodreads ada buku The Handmaid's Tale yang berhasil aku selesaikan. Sebenarnya buku fenomenal tersebut sudah begitu ingin aku baca sejak aku mengerjakan skripsi (sekitar tahun 2015 lalu). Namun, bukunya tidak kunjung terbeli. Hingga akhirnya, serial televisinya pun mengudara. Berpaham "baca dulu bukunya, tonton kemudian" maka menjadi sebuah urgensi bagiku untuk segera membaca.

Anti-Matgay yang aku baca pada awal 2017 malah ternyata merupakan buku yang paling tidak populer dalam rak bukuku. Aku ingat betul, buku tersebut cukup ringan, ilustrasinya menarik. Aku bahkan mampu membaca buku ini secara cepat.


Beralih untuk buku dengan rating tertinggi dalam rak bukuku, ada The Hate U Give karya Angie Thomas. Tahukah kamu kalau buku tersebut memenangkan 2 kategori dalam Goodreads Choice Awards? The Hate U Give merupakan buku yang begitu bagus. Thomas membahas salah satu isu yang hingga kini masih belum selesai: penembakan warga sipil oleh polisi yang didasarkan dari dugaan dan rasisme. Di Amerika Serikat sana, masalah ras dan perbedaan warna kulit sama sensitifnya apabila di bahas. Thomas dengan berani menyuplik satu problematika dan membawanya ke dalam ranah bacaan fiksi untuk young adult. Thomas seakan ingin menunjukkan betapa masalah ini seharusnya sudah dipahami oleh para remaja agar perisakan yang dilakukan oleh remaja dapat menurun. 

Seklumit mengenai tahunku bersama buku di tahun 2017 telah direkam dengan baik oleh Goodreads. Sebagai tambahan, aku juga ingin mencantumkan beberapa judul buku terbaik versiku:

sumber: ideo.com
 Buku mengenai kreativitas berikut memang layak diberi bintang lima! Kelley mengatakan bahwa setiap manusia adalah insan yang kreatif, sebagaimana yang diungkapkan oleh Picasso. Hanya saja, masing-masing membutuhkan kepercayaan diri yang kuat untuk dapat mengasah kreativitas tersebut dan berani menyatakan bahwa dirinya adalah individu yang kreatif. Apabila ragu, kamu bisa menonton video-video baik dari Tom maupun David Kelley yang banyak tersebar di YouTube.



Menarik. Itulah yang aku baca dari tulisan Carol Dweck dalam buku Mindset. Buku ini menjadi beberapa rujukan dalam buku-buku yang lain. Seperti misalnya dalam buku Creative Confidence yang aku sebutkan di atas. Dweck telah melalui riset yang mendalam selama bertahun-tahun untuk mempelajari bagaimana psikologi manusia terhadap tantangan, rintangan, ketidakpastian, kritikan dan hal-hal lain. Dari riset tersebut, Dweck menemukan dua tipe pola pikir atau mindset: growth mindset dan fixed mindset. For your information, buku Mindset merupakan sebuah bacaan wajib di kantor kami. 


Kalau yang satu ini sebetulnya merupakan kumpulan scribble  dari Sarah Andersen, seorang ilustrator, tentang bagaimana rasanya menjadi wanita dewasa. Andersen menggambarkannya dengan unik dan lucu. Membuat yang membaca, terutama perempuan yang beralih menjadi wanita, jadi terpingkal menertawakan dirinya sendiri. Sebuah bacaan ringan yang bisa dihabiskan dalam sekali duduk di kedai kopi.


Dua buku ini aku beri bintang lima dan keduanya berhasil aku habiskan dalam satu hari. They deserved it! Bagaimana tidak, Adichie menuliskan keduanya dengan sangat tajam mengenai urgensi mengapa kita harus menjadi seorang feminis. Adichie menekankan bahwa isitlah "feminis" bukan berdiri untuk hanya membela privilege dari perempuan, melainkan sebuah usaha perjuangan untuk hak-hak mendasar perempuan: akses terhadap kesahatan dan pendidikan. Adichie menekankan bahwa masih banyak perempuan dan wanita di luar sana yang masih diperlakukan sebagai warga kelas dua: mereka tidak diperbolehkan untuk pergi ke luar. Kalau kamu masih penasaran dengan tulisan Adichie, coba tonton TEDx talknya ya!


Buku ini bukan hanya sekedar buku puisi. Buku ini merupakan hasil kolaborasi M. Aan Mansyur bersama seniman lain. Yang ditawarkan tidak sekedar memuaskan sukma dengan membaca, melainkan mata dengan hasil fotografi terhadap film Another Trip to the Moon dan telingan melalui musik. Buku ini memang bisa dibaca sekilas, tapi maknanya tidak akan melekat sampai ke hati.

---

Yep, ternyata diantara buku-buku yang aku baca di tahun 2017, label Buku Terbaik sebagian besar aku sematkan kepada para penulis luar terhadap karyanya. Artinya, aku belum banyak membaca karya penulis dalam negeri sehingga aku baru mengetahui beberapa karya menarik seperti tulisan mas Yusi Avianto Pareanom dalam Muslihat Musang Emas. Semoga di tahun 2018 nanti, target membaca buku bisa tercapai hingga 100 dan semakin luas genre yang sanggup aku habiskan. 

Bagaimana denganmu?

2 comments:

  1. Wah keren bacaannya ka, aku pun tahun 2017 tidak memenuhi target baca :( semoga 2018 bisa melampaui target baca

    ReplyDelete
  2. Selamat sudah berhasil membaca 65 buku :D Hana juga suka Adulthood is a Myth by Sarah Andersen :D semoga semakin sukses di tahun 2018 :D

    ReplyDelete