Monday, April 13, 2015

The Shining

The Shining (The Shining #1)
Penulis: Stephen King
Jumlah halaman: 659 halaman
Tahun terbit: 2012 (pertama kali terbit 1977)
Penerbit: Anchor
Format: mass market paperback
Harga: Rp. 121.000 di Kinokuniya Plaza Senayan
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis:

Jack Torrance’s new job at the Overlook Hotel is the perfect chance for a fresh start. As the off-season caretaker at the atmospheric old hotel, he’ll have plenty of time to spend reconnecting with his family and working on his writing. But as the harsh winter weather sets in, the idyllic location feels ever more remote . . . and more sinister. And the only one to notice the strange and terrible forces gathering around the Overlook is Danny Torrance, a uniquely gifted five-year-old.

Resensi Shiori-ko:
Ini semua gara-gara mbak Niken, salah seorang teman pecinta film yang menuliskan bahwa The Shining adalah salah satu film horor wajib tonton sepanjang masa. Karena aku tahu bahwa film tersebut diadaptasi dari sebuah novel, aku kembali pada prinsipku: baca sebelum tonton. Akhirnya setelah mencoba titip kesana kemari, sebuah salinannya mendarat dengan apik di pangkuangku.

Gaya Bahasa, Kosakara, dan Cara Penyampaian
The Shining bukanlah buku Stephen King-ku yang pertama. Sebelumnya aku sudah pernah membaca Carrie, itu pun edisi terjemahan ketika film pertamanya (dengan John Travolta sebagai aktornya) rilis. Wajar ketika aku baru mengetahui bahwa Stephen King jago sekali dalam menceritakan detil. Aku memang tidak suka narasi yang terlalu rinci, tetapi Stephen King ini berbeda. Kekuatannya terletak pada perhatian kecil yang kemudian menciptakan aura menyeramkan (creepy) sewaktu membacanya.

Aku juga baru tahu kalau buku ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1977, wajar saja jika kosakatanya tidak dapat aku pahami dengan mudah. Buku ini bukan buku yang berat, hanya saja kata-kata yang digunakan oleh Stephen King dalam menyusun kalimat aku rasa cukup membingungkan. Bahkan aku perlu mengulang hingga dua kali agar paham apa yang ingin disampaikan oleh Stephen King. 

I can't find any pict from the book but the movie // via uproxx.com

Tidak hanya itu, Stephen King juga pandai bermain majas dan kiasan. Ini juga yang menjadi penyebab mengapa aku membaca dengan lambat. Aku terbiasa membaca buku yang diterbitkan belakangan ini sehingga membuatku tidak mudah menangkap apa maksud dibalik kiasan-kiasan 70an tersebut. Namun itulah uniknya, sebab aku membacanya 40 tahun kemudian.

Plot
Stephen King menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Pembaca diajak melihat dari beragam sudut, entah itu tokoh utama ataupun hanya sebagai "kamera pengintai". Alurnya maju dan mundur. Terkadang di tengah cerita, Stephen King mencoba untuk menjelaskan apa yang pernah terjadi sebelumnya. Tidak jarang ditemukan banyak deskripsi untuk mengetahui sejarah akan suatu adegan, dibuatkan khusus dalam babak-babak tertentu.

Penokohan
Ini juga unik. Stephen King membeberkan siapa saja tokoh utama serta kisah terdahulu plus latar belakangnya sebagian besar pada bab-bab awal. Tidak hanya sekedar menyebutkan, kalau buatku malah menjadi sutau penjelasan yang cukup rinci dan ternyata menjadi landasan bagaimana cerita The Shining ini bergulir. Rincian tokoh di depan bukan berarti bahwa Stephen King tidak akan memberikan cerita lagi, malah ketika konflik berlangsung, Stephen King kembali melakukan kilas balik yang menekankan siapa tokoh di masa lalu.

Secara keseluruhan, The Shining hanya memiliki 3 tokoh utama. Jack, Wendy, dan Danny Torrence. Sebanyak lebih dari 600 halaman, cerita The Shining hanya bergulir di antara mereka serta pergulatan batin yang menyebabkan pembaca ikut merasa kesal (disamping merasa ngeri).

Ide Cerita
Yang aku suka dari The Shining adalah kemampuan Stephen King yang bisa membuat pembaca terkecoh dengan apa yang sebenarnya terjadi padahal semua petunjuknya sudah ada di depan mata. Aku saja ketika akhirnya sampai pada bab-bab menuju terkahir terpaksa berhenti sejenak. Terjebak antara rasa kesal karena tidak menyadari petunjuk dan kaget akan apa yang sebenarnya terjadi. 

via heathernorvall.com

The Shining juga pandai memainkan emosi pembaca. Stephen King membuat pembaca seakan tengah naik kapal, kadang alur menjadi tenang dan tidak menyeramkan, tapi tiba-tiba menjadi ngeri untuk terus dibaca. Peletakan plot twist-nya juga asik. Jujur, aku sempat merasa kelelahan saat menyelesaikan buku ini. Aku memprediksi bahwa buku tersebut sudah berakhir tahap menakutkannya, eh ternyata masih berlanjut dan tetap membuat kaget. Iya, mind blowing.

Ide ceritanya menarik karena arti kata The Shining sendiri adalah seperti mereka yang memiliki pengelihatan lebih dari manusia biasa. Karena itulah, Danny terkadang merasa dirinya seperti terancam namun juga penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi di dalam Hotel Overlook tersebut. Hingga akhir cerita, misterinya masih ada (duh jadi ingin segera baca Doctor Sleep). 

Saran Shiori-ko:
Ritme awalnya memang biasa saja. Semakin ke belakang malah semakin cepat dan mendetil (itulah letak horornya. Stephen King menjelaskan setiap inci-nya), semakin tidak bisa berhenti membaca. Akhirnya pun juga ternyata diluar dugaan. Menarik! Aku tidak sabar membaca sekuelnya (Doctor Sleep) dan menonton filmnya! (kabarnya karena Kubrick yang menyutradarai, The Shining versi film memiliki ending yang berbeda meski sama-sama mind blowing. Kalau kamu mencari horor yang asik, aku berani merekomendasikan buku ini untuk dibaca.

3 comments:

  1. Mau tanya, the shining sudah ada versi b.indonesianya belum ?

    ReplyDelete
  2. emang ending di novelnya kayak gimana??beda sama yg di film nya??

    ReplyDelete