Thursday, March 17, 2016

Before I Go To Sleep

Before I Go To Sleep
Penulis: S.J. Watson
Jumlah halaman: 384 halaman
Tahun terbit: 2014 (pertama kali terbit 2011)
Penerbit: Harper
Format: mass market paperback
Rating: 3.5/5
Sinopsis:

Memories define us. So what if you lost yours every time you went to sleep? Your name, your identity, your past, even the people you love—all forgotten overnight. And the one person you trust may be telling you only half the story.


Resensi Shiori-ko:
Terima kasih banyak kepada mbak Marina yang mau membatalkan niatnya untuk menukarkan buku ini pada acara Festival Pembaca Indonesia 2015 dan memberikannya kepadaku secara cuma-cuma! Dari sinopsis yang diberikan buku ini tampak begitu menarik. Apalagi aku tidak sempat menonton filmnya sampai selesai. Sebenarnya, seperti apa sih kisah Christine?

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Mungkin kalau bsia dikatakan, buku ini sebenarnya tidak sering disandingkan dengan tulisan Gilian Flynn, seperti Gone Girl yang fenomenal itu. Tetapi, tampaknya aku lebih memilih untuk menjadikan buku tersebut sebagai perbandingannya. Secara gaya bahasa, Watson memiliki cara yang lebih halus untuk mengutarakan kesan-kesan yang vulgar ketimbang Flynn. Berbeda dengan Flynn yang sejak awal sudah frontal, Watson tampaknya ingin membangun kepercayaan pembaca baru kemudian membuka kedok kalau buku ini juga memiliki konten bersifat dewasa, baik itu untuk deskripsi berupa kekerasan atau konten yang bersifat seksual. 

Ketika aku memulai untuk membaca buku ini, sayangnya aku sudah sempat menonton filmnya. Meskipun tidak sampai tuntas, tetapi bayangan akan siapa saja tokoh dan bagaimana alurnya berjalan, sudah ada dibayanganku ketika aku membaca buku ini. Tentu, hal ini mempengaruhiku. Apalagi terkait dengan penyampaian. Untuk versi buku, aku merasa sejak awal sudah dibuat tegang. Dengan bagaimana Christine berusaha untuk beradaptasi dengan memori-memori yang selalu terhapus di pagi ia bangun. Mbak Marina sempat mengatakan kalau buku ini akan memiliki plot yang lambat di awal. Tetapi aku malah merasa sebaliknya. Buku ini memberiakn aura tegang semenjak awal, tetapi untungnya tidak membuat pembaca merasa lelah (coba bandingkan dengan ritem Tere Liye dalam Negeri Di Ujung Tanduk). Aku jujur tidak merasa bosan, malah menjadi penasaran dengan apa yang terjadi selanjutnya.

Plot
Watson menekankan pada alur yang maju mundur. Maju pada bagian awal dan akhir saja karena pembaca dibawa melihat apa yang dilalui oleh Christine ketika ia sudah berada pada posisi yang menyakitkan tersebut, bahwa ia tidak bisa membentuk ingatan baru. Watson membangun permasalahan dengan cukup rapi, bahkan kompleks. Watson siap sedia dengan banyak masalah yang lagi-lagi bagiku, membuat pembaca menjadi penasaran. 

Dalam buku ini, Watson menggunakan sudut pandang orang pertama, Christine. Pembaca diajak melihat dari sisi Christine yang kehilangan ingatan. Sama-sama merasakan kebingungan yang dirasakan oleh Christine hingga rasa was-was dan tidak percaya dengan apa yang telah diinformasikan kepadanya.

Penokohan
Ada 3 tokoh utama dalam buku ini, sebagaimana yang menjadi poster dalam versi filmnya. Ketiganya saling membuat pembaca bingung. Apalagi bagi mereka yang pernah membaca tulisan Flynn. Pasti tidak tahu mana yang harus dipercaya, apakah Christine, Ben, atau dr. Nesh.

Christine Lucas terbangun suatu pagi dan dirinya kaget karena tidak mengenal dimana ia berada dan bagaimana bisa ada seorang laki-laki di sebelahnya. Christine digambarkan sebagai sosok yang sakit. Otak kecilnya tidak bisa membentuk memori baru, apalagi untuk membuatnya menjadi suatu hal yang layak diingat. Christine pun sering mengalami rasa panik dan kebingungan akan kesimpangsiuran informasi yang diterimanya. Bagaimana bisa ia percaya dengan seseorang yang menyembunyikan semua hal darinya? Atau jangan-jangan, semua orang yang ada di sekitarnya memang bukanlah orang yang bisa dipercaya?

Ada Ben Wheeler. Ia orang yang setiap pagi menyadarkan Christine bahwa ia suaminya. Ia yang merawat Christine dan terus mengatakan informasi yang terus menerus ditanyakan oleh Christine. Ben sayang sekali dengan Christine. Ben sangat perhatian dan menjadi sangat romantis. Tidak peduli dengan kenyataan kalau Christine sudah tidak bisa mengingat apa-apa.Tetapi, Christine juga tidak bisa mempercayai Ben. Apakah yang sebenarnya terjadi dengan Ben?

Yang terakhir ada Edmund Nesh atau dr. Nesh. Dokter yang merawat Christine dan meminta Christine untuk menulis sebuah jurnal. Mencoba cara baru untuk dapat memulihkan ingatannya. Dr. Nesh begitu sabar menghadapi Christine dengan emosinya yang meledak-ledak dan sering sekali mengajukan pertanyaan. Bahkan dr. Nesh tidak keberatan jika Christine sering berontak kepadanya. Namun, ternyata ada sesuatu yang disembunyikan oleh dr. Nesh dari Ben. Suatu hal hanya antara dirinya dengan Christine.

Isi Buku
Seperti yang aku katakan di paragraf sebelumnya kalau sedari awal buku ini sudah membuatku tegang. Secara keseluruhan, buku ini dibagi menjadi 3 bagian: ketika Christine menemukan kalau ia ternyata menulis jurnal untuk membantu membangkitkan kembali ingatannya yang mati suri itu; isi jurnal Christine; ketika Christine selesai membacanya dan apa yang terjadi sesudahnya. 

Pembaca diajak untuk melihat hari per hari, apa yang dilalui dan dirasakan oleh Christine. Bagaimana bisa Christine berada di sana, bagaimana bisa ia menikah dan banyak hal lainnya. Tentu saja, sama dengan Christine yang kaget karena menemukan hal baru terkait kehidupannya, Watson mengajak pemabca untuk sama-sama terkejut. Tentang berapa lama Christine tertidur semenjak "kecelakaan" yang menimpanya, tentang berapa lama ia dirawat di rumah sakit, tentang apa saja yang dilakukan olehnya kepada orang-orang di sekitarnya. 

Watson membuat pembaca terus-menerus kaget dan tegang. Ia begitu bisa memainkan emosi pembaca hingga mebuat pembaca tidak mau berhenti kalau belum selesai. Namun sayangnya, aku merasa ada beberapa plot hole yang tidak begitu dilihat. Pastinya ketika membaca, ada perasaan untuk mencurigai satu sama lain, apakah dr. Nesh yang sebenarnya berbohong, atau jangan-jangan Christine yang sebenarnya memang gila? Hole itu aku rasakan lebih banyak dalam tokoh dr. Nesh. Ketika masalah sudah mulai terpecahkan, sudah mulai ketahuan siapa yang jahat dan apa yang sebenarnya menimpa Christine, disitulah peran dr. Nesh kurasa ada yang kurang. 

Bagaimana dengan akhir cerita? Memang semuanya dibuat jelas di akhir. Pembaca tidak dibiarkan kabur dengan apa yang terjadi sebenarnya. Namun sayangnya, aku kurang suka dengan bagaiman Watson menutup cerita. Berbeda dengan bagaimana Flynn mengakhiri semua novelnya, Watson malah memberikan satu cerita komplit: pembaca tahu apa yang terjadi pada Christine, pada akhirnya. Jujur saja, aku lebih suka akhir yang menggantung, yang tetap meninggalkan rasa kesal dalam benak pembaca meskipun cerita sudah habis. 

Saran Shiori-ko:
Aku sarankan untuk tidak menonton filmnya terlebih dahulu. Tentu saja, hal tersebut akan membuat imajinasimu hancur ketika asik membaca buku ini. Tetapi untuk segi cerita, Gilian Flynn masih lebih gelap ketimbang tulisan Watson. Before I Go To Sleep bisa mejadi opsi dalam mencari bacaan dengan plot tiwst.

1 comment: