Monday, June 6, 2016

Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990

Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990
Penulis: Pidi Baiq
Jumlah halaman: 332 halaman
Tahun terbit: 2015 (pertama kali terbit 2014)
Penerbit: Pastel Books
Format: paperback
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis:

"Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja" (Dilan 1990)

"Milea, jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, nanti, besoknya, orang itu akan hilang." (Dilan 1990)

"Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan, dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli." (Milea 1990)


Resensi Shiori-ko:
Padahal buku ini sudah lama berada di daftar bacaku. Padahal aku sering sekali melihat buku ini di toko buku tapi baru sempat membaca di tahun 2016 ketika banyak temanku yang sudah mewanti-wanti betapa bagusnya buku ini.

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Lucu. Jujur aku tidak menyangka kalau tulisan Pidi Baiq ternyata lucu. Dan ringan. Tentu saja. Aku rasa malah tulisannya seperti cerita Lupus atau Catatan Si Boy. Atau mungkin malah seperti Boim Lebom. Pokoknya begitu ringan dan mengalir.

Jangan lupakan sisi emosi yang diberikan oleh Pidi Baiq ketika menulis Dilan. Iya, buku ini bikin emosi pembacanya mejadi teraduk-aduk. Jadi rasanya juga ingin punya pacar yang seperti Dilan. Padahal kosa kata yang digunakan oleh Pidi Baiq sebenarnya tidak mendayu-dayu, melainkan logis, membuat kita bergumam "eh, benar juga ya". Mungkin kesederhanaan kosa katanya lah yang membuat buku ini bisa dicerna dan emosinya juga tersampaikan. Beberapa dialog ada yang menggunakan bahasa Sunda, tapi tenang saja, Pidi Baiq juga menyertakan terjemahannya karena tidak semua pembacanya mengerti bahasa Sunda, bukan?

Penyampaiannya begitu khas seseorang yang sedang bercerita. Di satu sisi ada bagian yang mencerminkan bahwa si tokoh ini canggung, tapi ada juga dimana ia merasa kesal. Benar-benar seperti seseorang yang tengah bercerita kepada orang terdekatnya mengenai kisah cinta mereka di sekolah.

Plot
Sebelum menjelajahi siapa itu Dilan dan apa hubungannya dengan narator (yang menjadi pencerita dalam buku ini), pembaca diajak berkenalan dengan seseorang yang bernama Milea dan dimana ia berada sekarang. Buku ini seperti kisah kilas balik seseorang mengenang orang yang pernah mencuri perhatiannya. Tapi selebihnya, plotnya menjadi maju (ada juga yang mundur tetapi tidak banyak). Permasalahan yang ada sebenarnya sederhana. Aku tidak merasa tegang karena permasalahan yang harus mereka selesaikan, melainkan aku menikmati bagaimana cerita ini begitu mengalir. Oh iya, buku ini menggunakan sudut pandang orang pertama, yakni Milea.

Penokohan
Milea Adnan Hussein dan Dilan yang tidak kuketahui siapa nama panjangnya adalah si tokoh utama dari buku ini. Ia yang menceritakan bagaimana kehidupannya ketika ia mengenal Dilan. Tidak ada yang salah dengan Milea. Dalam buku, ia dideskripsikan sebagai seseorang yang cantik. Pantas saja jika Dilan jadi terpikat. Hubungan Milea dengan beberapa laki-laki juga menarik untuk diikuti. Dan tentu, ketika ada siswi lain yang tiba-tiba di antara hubungan Milea dengan Dilan.

Sedangkan Dilan merupakan sebuah daya tarik sendiri baik bagi Milea maupun bagi pembaca. Dilan pandai bermain kata sekaligus bermain nalar. Ia bisa melontarkan cerita, pertanyaan, pernyataan yang membuat pembaca tertawa. Dilan adalah sosok yang tidak biasa. Aku tidak tahu bagaimana bisa Pidi Baiq menciptakan tokoh Dilan yang penuh keunikan ini. Katanya, Dilan itu suka sastra, pantas saja cara berbicaranya dengan Milea menggunakan bahasa Indonesia baku. Pantas saja, puisinya bisa sederhana tetapi maknanya mendalam. Wajar saja, jika pembaca wanita berharap bisa mendapatkan pacar seperti Dilan.

Keduanya merupakan pusat dari cerita ini meskipun ada juga tokoh lain seperti para ibu Milea dan bunda-nya Dilan. Jangan lupakan juga teman-teman sekelas mereka yang akrab dengan Milea seperti Wati, Piyan, Nandan. Tetapi aku rasa, tetap Dilan dan Milea-lah yang menjadi bahan percakapan sepanjang buku ini.

Isi Buku
Iya. Aku terhanyut oleh emosi yang dibentuk oleh Pidi Baiq melalui penciptaan tokoh Dilan tersebut. Bayangkan saja, belum ada 100 halaman aku bisa jatuh cinta dengan Dilan. Perasaan yang muncul ketika membaca buku ini kurang lebih sama seperti aku membaca buku Jenny Han yang berjudul To All The Boys I've Loved Before. Aku jatuh cinta dengan Peter Kavinsky. Sama dengan perasaan yang muncul ketika Dilan mencoba merayu Milea melalui kata-kata yang diucapkan tersebut.

Memang, aku tidak memberi banyak bintang karena menurutku, tujuannya buku ini apa? Sebatas hanya memberikan Milea ruang untuk menuliskan dan mengenang siapa itu Dilan. Aku kira akhir buku ini akan memberikan jawaban tentang bagaimana hubungan mereka yang lebih dari sekedar pacaran. Ternyata Pidi Baiq membuatnya menggantung. Membiarkan pembaca menjadi kesal tapi juga tidak terlalu merasa harus membaca buku keduanya langsung. Emosi pembaca sudah memuncak, tetapi anti-klimaksnya tidak menyenangkan.

Saran Shiori-ko:
Bisa jadi kamu suka dengan Dilan, tapi bisa jadi juga kamu tidak suka dengan bagaimana buku ini ditutup.

No comments:

Post a Comment