Monday, June 6, 2016

Larung

Larung (Saman #2)
Penulis: Ayu Utami
Jumlah halaman: 220 halaman
Tahun terbit: 2013 (pertama kali terbit 2001)
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Format: paperback
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis:

Larung adalah lanjutan Saman. Sejak terbit bersamaan dengan Reformasi, Saman tetap diminati dan telah diterjemahkan ke delapan bahasa asing. Novel ini mendapat penghargaan dari dalam dan luar negeri karena mendobrak tabu dan memperluas cakrawala sastra.

Karya klasik yang wajib dibaca.


Resensi Shiori-ko:
Agak susah memang sekarang untuk mendapatkan lanjutan dari buku Saman ini. Setelah membaca Saman, rasanya aku langsung ingin melanjutkannya untuk mengetahui apa yang terjadi setelah pelarian tersebut. Meskipun memang, pembaca sudah tahu bahwa Saman berhasil berpindah negara dengan bantuan 4 sahabat tersebut.

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penyampaian
Dalam Larung, Ayu Utami lebih condong untuk menyampaikan hal yang lain ketimbang melanjutkan konsep Spiritualisme Kritisnya yang sering ia sisipkan dalam Saman. Jangan kaget, karena memang gaya bahasanya begitu tegas dan terang-terangan. Aku rasa, pembaca bisa merasakan energi Ayu Utami ketika menjelaskan dan tentu saja, menyisipkan apa yang ia yakini sebagai feminisme. 

Penyampaiannya, aku rasa memang perlu pemahaman dan cara berpikir yang tidak sederhana, namun sebenarnya juga tidak rumit. Sebab, Ayu Utami menulis cerita ini seakan seperti tengah berdialog dengan pembacanya, yang sekiranya tidak tahu menahu apa yang telah terjadi kepada Saman dan 4 sahabat. Tentu, jangan lupakan juga Larung. Perpindahan sudut pandang yang tanpa tanda-tanda apapun, khas Ayu tersebut, bisa membuat pembaca awam menjadi hilang arah. Sebenarnya kemana sih arah buku ini.

Maka, jangan kaget juga jika di tengah buku, pembaca tidak mampu menyelesaikannya. Yang sulit bukan karena kosa kata, melainkan karena penyampaiannya.

Plot
Berbicara tentang alur cerita, Ayu Utami sebenarnya juga bermain dengan plot-plot tersebut. Bagian awal ia bertutur tentang Larung. Tentu, pembaca akan dibawa ke masa lalu di mana Larung melihat dirinya dan keluarganya. Sama seperti bagaimana Ayu Utami memperkenalkan tokoh Saman di buku pertamanya. 

Apakah buku ini terdapat konflik? Ya. Tapi aku rasa tidak semua orang menyadari adanya konflik. Pertikaiannya lebih banyak dalam urusan batin, dalam urusan baik tidaknya itu dilakukan. Meskipun begitu, tetap ada konflik politik yang terjadi pada tahun yang menjadi latar buku ini.

Penokohan
Semua tokoh yang ada di Saman, dibawa semua ke dalam Larung. Ya, penambahannya hanya Larung saja. Buku ini memakan bagian depan bisa sampai separuh isi buku untuk menjelaskan siapa Larung dan apa yang telah dilakukannya.

Larung digambarkan sebagai sosok yang berbeda dengan Saman. Saman memiliki kearifan sebagai calon pendeta sedangkan Larung tidak. Larung berlawanan dengan Saman. Larung berkeyakinan yang aneh yang bisa membawanya menuju hal-hal yang tidak masuk di akal. Ibunya saja heran. Tetapi mungkin karena keanehan tersebut, Larung malah bisa bersikap sangat tenang. Dia melakukan kesalahan dan mengakuinya, tetapi dengan cara yang sangat tenang. Yang bisa membuat orang lain malah ketakutan dengan caranya mengakui hal tersebut (mengingatkanku pada tokoh Hannibal Lecter dari tetralogi Hannibal).

Isi Buku
Ini yang menarik. Isi buku Larung lebih bisa aku nikmati ketimbang ketika aku membaca Saman. Saman membawa konsep Spiritualisme Kritis yang kemudian dikembangkan oleh Ayu Utami menjadi suatu topik tulisan. Dalam Larung, aku merasa Ayu Utami banyak menyisipkan apa yang ia pahami sebagai konsep feminisme. Terutama ketika buku sudah sampai pada tahap perkembangan tokoh 4 sahabat tersebut. Semuanya diberi ruang untuk mengemukakan isi pikiran mereka terhadap yang terjadi dengan sesamanya. Baik itu hubungan-hubungan gelap mereka sekarang atau sejarah mengapa mereka bisa begini dan begitu.

Ayu Utami dalam buku ini terlihat cerdas, tetapi tidak begitu berat dalam menyampaikannya sehingga narasinya masih bisa aku cerna ketimbang ketika aku mencoba membaca serial Supernova milik Dewi Lestari. Ayu Utami bisa berpindah topik dengan rapi tapi mendalam. Setelah memperkenalkan Larung dengan keanehannya (aku rasa, Larung juga masih ada hubungan dengan konsep Spiritualisme Kritis), Ayu Utami memaparkan tentang feminisme. Puas dengan mengulik isi pikiran 4 wanita tersebut, Ayu juga membahas tentang gerakan aktivis yang memberontak, mereka yang yakin bahwa Stalin benar dan bahasan-bahasan yang aku rasa lebih menarik ditulis oleh Ayu Utami ketimbang aku harus membaca Das Kapital sendiri. Betul. Ayu itu cerdas.

Jika aku suka dengan buku ini, lalu mengapa aku hanya memberikan 4 bintang saja? Sederhana. Akhir dari buku ini tidak kusuka. Larung hanya muncul di awal dan di akhir. Larung memang membuat apa yang dilakukan Saman akhirnya menjadi suatu hal yang berharga. Tetapi sayangnya, aku kurang mengerti mengapa Larung tidak dimasukkan atau tidak dilibatkan dalam hubungan 4 sahabat tersebut. Memang, Larung kenal Yasmin dan Yasmin memperkenalkannya kepada Saman, tapi aku rasa hubungan tersebut kurang. Mengapa tidak dibuat saja supaya Larung punya hubungan yang lebih mendalam dengan salah satu dari 4 wanita tersebut.

Aku takjub karena aku bisa menghabiskan dwilogi Saman yang kini sudah beredar dalam bahasa Inggris. Ayu ternytata mengerikan ketika membuat cerita. 

Saran Shiori-ko:
Kalau mau membaca Larung, pastikan kamu sudah membaca Saman. Kalau mau mengenal konsep feminisme dari sisi Ayu Utami, sila baca Larung.

1 comment:

  1. Setuju, bagian endingnya terasa kurang, langsung tiba-tiba flop ketika sudah di ending.

    ReplyDelete