Saturday, December 12, 2015

The Girl on the Train

The Girl on the Train
Penulis: Paula Hawkins
Jumlah halaman: 316 halaman
Tahun terbit: 2015
Penerbit: Doubleday
Format: paperback
Rating Shiori-ko: 2/5
Sinopsis:

EVERYDAY THE SAME

Rachel catches the same commuter train every morning. She knows it will wait at the same signal each time, overlooking a row of back gardens. She’s even started to feel like she knows the people who live in one of the houses. ‘Jess and Jason’, she calls them. Their life – as she sees it – is perfect. If only Rachel could be that happy.

UNTIL TODAY

And then she sees something shocking. It’s only a minute until the train moves on, but it’s enough.

Now everything’s changed. Now Rachel has a chance to become a part of the lives she’s only watched from afar.



Now they’ll see; she’s much more than just the girl on the train…
Resensi Shiori-ko:
Bahasan buku bulanan untuk Klub Buku Surabaya sudah ditentukan dan pilihannya jatuh pada The Girl on the Train karya Paula Hawkins. Memenangkan salah satu nominasi Goodreads Choice Award 2015, dan katanya juga memiliki ketegangan yang sama dengan Gone Girl, maka aku putuskan untuk mencoba saja membaca buku ini.

Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Cara Penyampaian
Aku membaca yang berbahasa Inggris dan ternyata merupakan UK Version. Memang, penulis juga tinggal di London (yang baru aku tahu kemudian) maka tidak heran jika bahasa yang digunakan pun juga tidak sekasar Gillian Flynn dalam semua bukunya. Tidak ada yang terlalu sulit untuk dipahami karena penulis membuatnya tampak sederhana, dan tentu dibantu dengan cara penyamapaian yang perlahan dan mendetil. Tidak ada kata-kata kasar yang kelewat kasar. Bagiku, takaran kata-kata kasar penulis adalah kata-kata makian, tetapi tidak dengan yang kelewat sangat menghina.

Berbicara tentang cara penyampaian, tentu saja bersinggunga dengan bagiaman cerita dan plot ini berjalan. Yang pasti, meskipun memang penulis bermain dengan detail, nyatanya aku sering menemukan beberapa plot hole dari satu kejadian ke kejadian berikutnya. Untungnya, permainan detil dari Hawkins tidak semembosankan Dan Brown. Beberapa halaman memang aku rasa terlalu bertele-tele, aku masih sulit untuk menduga apa yang sebenarnya terjadi. Namun kemudian, ceritanya bisa berjalan denga  cukup menarik, membuatku terus penasaran.

Plot
Ini yang aku rasa mengapa buku ini sering dibandingkan dengan Gone Girl. Memang, Gone Girl keluar lebih dulu (2009) dan memiliki konsep plus jalan cerita yang menarik. Penulis membuat semua cerita dikisahkan dari sudut pandang orang pertama yang mana ada 3 tokoh penting di dalamnya. Ya kalau sudah pernah membaca Gone Girl, seperti ketika membaca bagian milik Amy. Ketiga tokohh tersebut melihat suatu kejadian dari sudut pandang mereka masing-masing yang aku rasa sengaja membuat pembaca bingung untuk menentukan siapa yang seharusnya dipercaya atau minimum, harus merasa kasihan dengan siapa. Sayangnya, permainan plotnya tidak rapi. Aku seringkali kebingungan hingga mengulangi membaca bagian tertentu hanya karena ada lompatan antara satu kejadian dengan kejadian yang lain. Plot hole ini cukup mengganggu karena membuatku bingung sebenarnya dimanakah posisi para tokoh tersebut.

Penokohan
Sebagaimana kisah ini dituturkan dari 3 sudut pandang orang pertama yang berbeda, maka tentu ada 3 tokoh kunci dalam kisah ini.

Emily Blunt yang dikabarkan akan memerankan Rachel untuk layar lebar buku ini
Yang pertama ada Rachel. Dia dikisahkan seorang pecandu alkohol akut dan mendapat masalah karenanya. Ia bisa dikatakan sebagai sumber dari semua masalah namun juga kunci dari keseluruhan kisah ini. Saking alkohholiknya, Rachel sering kali mendapati dirinya kebingungan untuk membedakan mana yang benar-benar terjadi dan mana yang hanya mimpinya. Ia juga kerap merasa kalau ada bagian dari ingatannya yang tidak bisa ia jangkau. Kadang, membuat ia menjadi kesal. Banyak anggapan negatif mengenai Rachel dan pernikahannya yang terdahulu yang membuatnya susah untuk mendapatkan kepercayaan orang lain. Seakan-akan semua menyalahkan peristiwa itu kepadanya.

Kemudian ada Megan. Megan merupakan sosok yang setiap pagi dilihat oleh Rachel melalui kereta. Seakan Rachel tahu bagaimana kehidupan Megan dan betapa Rachel ingin memiliki pernikahan yang sesempurna Megan. Namun suatu ketika, kebiasan Rachel-lah yang membuat ia dan Megan mendapatkan masalah. Dalam buku Megan memiliki sudut pandang sendiri untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di balik kediamannya yang menyenangkan itu. Membuat apa yang dilihat oleh Rachel selama ini seakan memang hanya bayangan saja. Rachel dan Megan memang tidak saling kenal tetapi Rachel merasa ia harus membantu Megan.

Luke Evans juga kebagian peran untuk versi layar lebar The Girl on the Train

Yang terakhir adalah Anna. Wanita yang dibenci setengah mati oleh Rachel. Sebenarnya mereka memang saling membenci satu sama lain. Anna dan Rachel saling menyalahkan tentang kandasnya hubungan rumah tangga mereka, masing-masing. Rachel selama ini tidak pernah berinteraksi secara langsung dengan Anna, begitu pun sebaliknya. Asumsi yang mereka miliki hanyalah lewat impresi ketika mereka berpandangan satu sama lain dan atas kejadian masa lalu Rachel. 

Ide Cerita
Premisnya sederhana sekali: ketika satu kebiasaan, mengamati manusia, ternyata bisa membuat seseorang terjerat dalam suatu hal yang cukup rumit. Permasalahan yang dibangun dalam cerita ini juga sebenarnya tidak terlalu sederhana. Kasus yang menimpa Megan, bahkan Rachel. Hubunan Rachel dengan Anna, Rachel dengan mantan suaminya, semuanya seakan rumit dan menurutku penulis sengaja membuat pembaca bersimpati pada Rachel namun sekaligus menyalahkannya karena Rachel adalah seorang pecandu. 

Sama halnya dengan ketika penulis mencoba mengkonstruksikan bahwa Anna adalah orang yang seharusnya bertanggung jawab dengan kejadan yang menimpa Rachel. Di satu sisi, pembaca ingin dibuat bersimpati dengan Anna, sekaligus Megan.

Ceritanya cukup menarik. Hal ini aku rasakan karena aku merasa benar-benar penasaran apa yang sebenarnya terjadi, bahwa kejadian yang menimpa mereka jangan-jangan memang memiliki satu alasan besar. Namun eksekusinya kurang menarik. Aku kecewa dengan bagian akhir. Aku kecewa dengan mengapa tidak ada tokoh polisi yang biasanya sangat menyebalkan yang selalu memeriksa saksi berkali-kali tidak peduli bagaimana jawaban mereka. Aku merasa cerita ini hanya seperti cerita pertikaian hubungan asmara biasa, tanpa ada embel-embel ketagangan selayaknya Gone Girl. Ada hal yang tidak masuk akal dan menurutku kurang mendapat porsi. Seperti misalnya mengapa pelaku melakukan hal tersebut juga tidak tergali terlalu dalam. Tidak diberikan ruang utnuk pelaku menjelaskan semuanya. Ending terasa dipersingkat. Pokoknya kasusnya selesai, entahh itu harus berurusan dengan polisi atau tidak. 

Kembali aku membandingkan dengan Gone Girl, atau kalau boleh menarik penulis lain yang disini tidak terlalu tenar, Faye Kellerman dan Tami Hoag, aku rasa Paula Hawkins masih harus belajar banyak darinya. Flynn jago dengan plot twist, membuat kita bersumpah serapah ketika sudah menyelesaikan bukunya. Kellerman dan Hoag bisa membuat pembaca merinding dari bagian klimaks hingga akhir. Ketiganya tidak lupa memasukkan unsur tokoh polisi senatural mungkin. Ini cukup menjelaskan mengapa aku hanya memberikan 2 bintang dari 5 bintang. Cerita yang menarik, hanya saja eksekusi dan akhir ceritanya mengecewakan.

Eh tapi sepertinya filmnya bakal cukup menjual karena para pemerannya juga sepertinya menjanjikan. Ada Emily Blunt dan Luke Evans!

Saran Shiori-ko:
Kalau kamu pernah membaca buku thriller seperti yang aku sebutkan di atas, mungkin kamu akan merasa kalau tulisan Hawkins ini hanya sebatas hiburan semata. Aku tidak terlalu merekomendasikannya. Tapi kalau kamu penasaran tentang tulisan yang mendapatkan penghargaan ini, mungkin tidak ada salahnya juga untuk mencoba.

2 comments:

  1. 2 bintang kak? Seriously?
    Sebenarnya aku juga sudah baca 3-4 bab awal versi ebooknya, tapi emang bener sih, kadang aku juga bingung sama plotnya, kadang bingung juga ini narasi siapa yang ngomong. Kemarin lihat buku ini promo di periplus tapi masih nimbang2 mau beli hahaha XD
    Ngomong2, yang jadi Rachel cantik!

    ReplyDelete
    Replies
    1. agak ga masuk aja sih kalo buat aku. peran polisinya minim banget. jadi kayak rachel lurking around the place itu biasa aja....

      Delete