Penulis: Robyn Schneider
Jumlah halaman: 324 halaman
Tahun terbit: 2015
Penerbit: Katherine Tegen Books
Format: paperback
Harga: Rp. 168.000 di Books & Beyond
Rating Shiori-ko: 4/5
Sinopsis:
At seventeen, overachieving Lane finds himself at Latham House, a sanatorium for teens suffering from an incurable strain of tuberculosis. Part hospital and part boarding school, Latham is a place of endless rules and confusing rituals, where it's easier to fail breakfast than it is to flunk French.
There, Lane encounters a girl he knew years ago. Instead of the shy loner he remembers, Sadie has transformed. At Latham, she is sarcastic, fearless, and utterly compelling. Her friends, a group of eccentric troublemakers, fascinate Lane, who has never stepped out of bounds his whole life. And as he gradually becomes one of them, Sadie shows him their secrets: how to steal internet, how to sneak into town, and how to disable the med sensors they must wear at all times.
But there are consequences to having secrets, particularly at Latham House. And as Lane and Sadie begin to fall in love and their group begins to fall sicker, their insular world threatens to come crashing down.
Told in alternating points of view, Extraordinary Means is a darkly funny story about doomed friendships, first love, and the rare miracle of second chances.
Resensi Shiori-ko:
Karena aku suka dengan buku Schneider yang sebelumnya, The Beginning of Everything, ketika tengah liburan di Tangerang dan bertandang ke Books & Beyond setempat, eh ternyata ada buku ini. Tanpa banyak pikir, langsung saja ku bawa ke kasir.
Gaya Bahasa, Kosa Kata, dan Penceritaan
Tulisannya tidak ada yang berubah. Schneider masih mempertahankan caranya menulis dengan memberikan kosa kata yang lugas tapi dalam setiap penutup bab selalu membuat hati ini entah terasa senang ata tersayat. Seakan apa yang ingin dikatakan oleh Schneider melalui buku ini melewati proses analogi supaya pembacanya paham. Bagiku, dari segi kosa kata tidak ada yang sulit. Kalau kamu punya satu hari libur dan kamu tidak ingin melakukan apa-apa, sepertinya buku ini cocok buatmu. Aku yakin, banyak pembaca di luar sana yang bakal bisa menghabiskan buku ini dalam sekali duduk saja. Meskipun tertulis bahwa buku ini terdiri dari 324 halaman, namun karena gaya penceritaannya yang mengalir dan enak (atau enggan untuk dibiarkan tidak selesai begitu saja), aku rasa pembaca tidak akan mudah untuk bertahan dengan rasa penasaran dengan apa yang terjadi terhadap para katakternya.
Walau buku ini menggunakan ide cerita tentang dua remaja yang sama-sama mengidap TBC, tetapi dalam bukunya, Schneider minim sekali menggunakan kata-kata yang ada kaitannya dengan dunia kedokteran. Malah, kata-katanya begitu seerhana, bahkan untuk bagian yang romantis sekalipun, Schneider mampu menciptakan aura yang mellow tanpa harus menjadi terlalu menye.
Plot
Buku ini berbeda dengan Beginning of Everything karena kali ini Schneider menggunakan dua sudut pandang: 2 karakter utama tersebut. Lane dan Sadie saling berbagi sudut pandang mengenai apa yang mereka alami di Latham House dan bagaimana respon mereka satu sama lain. Semua bab dalam cerita dituturkan secara maju, kalaupun itu harus mundur, mereka hanya berbicara dalam bentuk dialog sederhana.
Penokohan
Dua tokoh utama yakni Lane dan Sadie.
sumber |
Lane adalah pemuda yang semula sangat berambisi untuk melanjutkan kuliah di Stanford. Dia tengah berjuang mengerjakan formulir aplikasinya agar bisa lulus tepat waktu. Lane sudah memiliki pandangan akan dibawa kemana langkahnya begitu ia keluar dari SMA. Tetapi semuanya berubah ketika ia dinyatakan mengidap TBC. Mau tidak mau, dan tentu saja dengan rasa terpaksa, Lane harus berada di Latham House, yang katanya bisa mebuat ia jauh dari tekanan untuk harus mendapatkan Stanford. Lane sangat skeptis bahwa Latham House akan membuat dirinya kehilangan ambisi. Ia merasa Latham House adalah rumah penjara bagi pengidap TBC.
sumber |
Berbeda dengan Sadie. Ia sudah berada di Latham House jauh sebelum Lane. Sadie berada pada posisi antara optimis dan pesimis kalau ia bisa sembuh dan kembali pada kehidupan normal sebelumnya. Sadie tampak sedikit menutup diri dan membatasi interaksinya dengan orang-orang lain. Karena perceraian orang tuanya, ia berhati-hati untuk tidak asal jatuh cinta dengan bocah laki-laki, apalagi yang sama-sama berada di Latham.
Keduanya saling skeptis bahwa kehidupan di Latham bisa membawanya menjadi lebih baik. Tetapi semuanya seakan runtuh ketika mereka saling bertemu dan mengenal satu sama lain lebih dekat.
Ide Cerita
Tulisan Robyn Schneider memang punya gaya penceritaan yang berbeda, tetapi dari segi ide yang dicoba untuk dijabarkan menjadi kisah, aku rasa buku ini memiliki kemiripan dengan beberapa judul novel terkenal. Extraordinary Means memiliki sentuhan seperti The Fault in Our Stars dan Looking for Alaska, dan sedikit sentuhan dari Never Let Me Go. Aku tidak mengatakan bahwa buku ini seperti jiplakan buku-buku yang sudah tenar lebih dulu, aku hanya merasa kalau aura yang diberikan oleh buku ini kepada pembaca mirip dengan ketiga judul tadi. Bisa saja Schneider terinspirasi dari buku-buku itu. Siapa tahu.
sumber |
Kalau mengenai kisah cinta 2 remaja disebuah sanatorium, aku rasa merupakan cerita yang cukup unik bahwa mereka bisa saling bertemu setiap hari. Tetapi nyatanya, tidaklah semudah itu. Dengan pemikiran dan idealisme Lane dan Sadie masing-masing, mereka berusaha mempertahankan bentengnya, meskipun akhirnya semuanya berubah total.
Saran Shiori-ko:
Aku berani memberikan 4 bintang karena konfliknya yang sederhana namun membuatku menjadi ikut terbawa suasana. Susah dan senangnya tokoh, seakan cukup memberikanku efek. Aku bahkan tidak percaya kalau akhir ceritanya seperti itu. Dan tentu saja, kutipan sederhana mengenai hidup dan mati milik Robyn Schneider berbeda dengan John Green.
Extraordinary Means merupakan bacaan yang ringan namun manis, dan sedikit membuat hati tercubit sakit.
No comments:
Post a Comment